Mohon tunggu...
Rasyid Sayyari
Rasyid Sayyari Mohon Tunggu... Musisi - Musisi

https://open.spotify.com/artist/6LzwX8hJ1v0i4he5aiHc7O?si=dgmFzPdySY2lN2EEXvNmbA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Makna yang Hilang, Makna yang Dirindukan

7 Oktober 2012   05:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:09 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ah, makna itu masih terlalu jauh terasa. Mereka yang hanya membual di depan kamera. Mereka yang berpura-pura, bersandiwara atas nama kebenaran. Bosan, jengah, muak kami atas sandiwaramu. Sandiwara. Lalu kami terus dibohongi, lagi dan lagi.

Maknamu akan jadi hampa bila dirimu terus begitu. Untung saja masih ada yang peduli, meneriakkan yang harus diteriakkan. Andai saja mereka punya telinga. Kalaupun punya, tetap tidak mau mendengar. Uang telah menyumpal hati, mata dan telinga mereka.

Maknamu akan jadi kabur, kalau kamu hanya terus bersandiwara. Mau dibawa kemana kapal besar ini? Mau kau karamkan lalu kau lari menyelamatkan diri sendiri? Aku percaya kapal ini tak akan karam, karena semua anak buah kapal akan menutupnya. Bukan seperti kamu yang sadar atau tidak sadar melubangi kapal sendiri, demi ambisimu sendiri.

Bosan, kami sudah bosan. Bertahun-tahun melihat sandiwara kalian. Tak ada lagi reformasi atau demokrasi, yang ada hanya bagaimana kepentinganmu tercapai. Euforia, euforia dan euforia. Lalu jadi apa?

Petani miskin sudah biasa, nelayan susah sudah biasa, presiden berpesawat pribadi biasa. Penjajahan atas kaum sendiri menjadi terlalu biasa. Biasa, karena dibiasakan melalui pembiasaan sehingga menjadi biasa.

Lalu kotoran itu masuk gendang telinga. Juga mereka yang tak pantas dipandang terus menerus ditampakkan di depan mata. Apakah semuanya sudah dibutakan uang?

Aku masih mencari makna, merajut makna. Merajut yang masih bisa kurajut. Menenun yang masih bisa kutenun. Karena masa depan dan generasi masa depan harus diselamatkan. Generasi masa depan harus diselamatkan dari contoh perangai buruk laknat seperti kalian. Cukup sudah generasi kalian bikin rusak. Saatnya ganti generasi. Saatnya menyelamatkan anak-anak. Kala kalian sibuk menikmati uang haram, tak terbersitkah kalian melindungi dan mempersiapkan masa depan anak-anak?

Makna kami mungkin sesuatu yang kecil. Hanya separtikel debu yang terombang-ambing angin. Tapi itu lebih baik daripada jadi babi hutan yang memakan segalanya membabi buta. Lebih baik kami jadi seonggok kecil berlian yang bersinar, daripada duduk di kursi istana lalu tak bisa berbuat apa-apa.

Ah, makna itu masih sangat jauh. Makna yang dirindukan, makna yang dinginkan semua orang. Makna yang kalian hapus pelan-pelan. Makna yang masih jadi imajinasi, tapi suatu saat nanti akan menjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun