Mohon tunggu...
Rasyid Sayyari
Rasyid Sayyari Mohon Tunggu... Musisi - Musisi

https://open.spotify.com/artist/6LzwX8hJ1v0i4he5aiHc7O?si=dgmFzPdySY2lN2EEXvNmbA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Petikan Sebagai Inspirasi Menulis

25 Agustus 2012   00:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:21 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13458553731832776172

[caption id="attachment_208547" align="aligncenter" width="445" caption="sumber gambar : shortquotes.org"][/caption]

Setiap orang memiliki cara tersendiri dalam menulis. Begitu juga dalam menangkap ide-ide yang bertebaran di seantero alam semesta ini. Beruntungnya kita hidup di jaman sekarang ini. Orang-orang di jaman dulu sudah mengabadikan makna hidup, kita tinggal menikmatinya dan menghayatinya.

Ada banyak quotes yang bisa kita jadikan sumber inspirasi dalam menulis. Bisa dari pepatah Indonesia, atau ungkapan dari negara lain.  Dari pepatah dan petikan ini, selalu ada makna yang bisa menginspirasi kita. Menginspirasi untuk menjadi orang yang lebih baik.

Untuk menulis “tafsiran” sebuah ungkapan, kita perlu memahami arti petikan tersebut. Bisa saja kita mengartikannya berbeda dengan yang lain. Tidak mengapa, itulah indahya perbedaan. Justru dengan perbedaan itu, kita akan memahaminya dari sudut pandang yang lain, yang bisa memperkaya wawasan kita.

Kita ambil contoh ungkapan besar pasak daripada tiang. Pepatah ini adalah metafora orang yang pengeluarannya lebih besar dari pemasukannya. Metafor ini bisa kita jadikan sumber tulisan,  misalnya kita kaitkan dengan kondisi perekonomian Indonesia yang utangnya lebih besar daripada pemasukannya.

Dengan utang yang lebih besar ini, pemasukan tidak mencukupi pengeluaran. Dengan kondisi ini, Indonesia harus meminjam dari luar negeri untuk menutupi kekurangan tersebut. padahal, Utang luar negeri selalu menjerat dan bikin masalah di kemudian hari.

Atau, dengan konteks yang lain, misalnya kita ingin mengaitkan metafor tersebut dengan perilaku orang-orang di kota metropolitan. Ada yang memaksakan dirinya membeli sesuatu yang di luar kemampuannya. Mereka terlarut dalam pergaulan dan kehilangan kendali diri. Akhirnya juga harus berhutang hanya untuk memenuhi keinginan, bukan kebutuhan.

Kita bebas saja mengaitkan ungkapan itu dengan apa saja. Justru, fakta-fakta yang terjadi di sekitar kita menunjukkan bahwa benarlah peribahasa itu. “Makna” dari ungkapan itu sudah dialami oleh orang-orang sebelum kita.

Menutup tulisan ini, ungkapan apapun bisa kita jadikan tulisan. Bisa kita kembangkan dengan kalimat kita sendiri. Bisa kita artikan sendiri. Menginterpretasikan ungkapan juga bisa dijadikan latihan menulis, juga mengasah kepekaan kita tentang apa yang terjadi di sekitar kita.

Salam semangat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun