Mohon tunggu...
Rasyid Sayyari
Rasyid Sayyari Mohon Tunggu... Musisi - Musisi

https://open.spotify.com/artist/6LzwX8hJ1v0i4he5aiHc7O?si=dgmFzPdySY2lN2EEXvNmbA

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mudik: Kembali ke Sejarah

20 Agustus 2012   09:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:31 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mudik berarti kembali ke udik (kampung). Ternyata bukan sekadar kembali ke kampung, tapi juga kembali kepada sejarah diri kita.

Hari ini, saya mengikuti serangkaian “jalan-jalan” silaturahmi. Menyusuri rumah-rumah saudara-saudara, jadi lebih mengenal saudara lebih dekat. Ternyata, semua tetangga satu kampung masih memiliki hubungan darah dari silsilah. Berbeda keadaan, tapi tetap saudara.

Dari kembali ke kampung, ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil.

Pertama, mempererat tali silaturahmi. Dengan mempererat tali silaturahmi, rejeki akan tetap terjaga. Rezeki bukan hanya uang, tetapi apapun yang bisa kita nikmati. Termasuk bertemu kembali dengan saudara-saudara.

Kedua, belajar menjadi rendah hati. Setinggi-tingginya status kita, ketika kita kembali, kita tetap menjadi anak, cucu, keponakan, cicit. Kita tetap harus menghormati engkong, nyai, buyut dan semuanya. Tidak boleh merasa lebih tinggi, karena tanpa ada mereka, tidak akan ada kita.

Dengan kembali ke kampung, kita diajarkan untuk mengingat asal diri kita. Sejarah hidup kita tidak akan terlukis tanpa adanya kehadiran mereka. Dari cerita-cerita tetua di kampung, selalu ada pelajaran, sejarah, dan petuah yang bisa kita ambil lalu kita amalkan.

Hari ini, saya belajar untuk menghargai sejarah. Bahwa sejarah kita telah membentuk siapa diri kita. Tanpa adanya saudara-saudara, tetua tidak akan ada diri kita. Kita tidak boleh merasa sombong dengan kekayaan, kepintaran dan tahta. Karena selalu ada saudara yang menjadi asal kita.

Ketika kita kembali ke kampung, ada kesetaraan sebagai saudara. Tidak mengenal pangkat martabat. Kita juga harus selalu sungkem, yang artinya hormat dan tunduk, tidak boleh merasa lebih tinggi atau sombong kepada mereka.

Mudik, bukan hanya menjadi perjalanan bertemu saudara di kampung. Mudik adalah perjalanan menyusuri kembali sejarah dan belajar menjadi rendah hati. Belajar mempelajari asal-usul diri kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun