Wanita-wanita bagak menari berperisau kefasikan, tertawa lantang mencoreng ketetapan berparang tajamnya pasai
Laju jalanku terhenti, pun dipertunjukkan wanita-wanita tua membenamkan dirinya seraya memikul borok kenistaan penuh kemurkaan
Setapak demi setapak kembali berjalan, di persimpangan ujung desa kecil wanita-wanitanya berdaulat mengutuki diri pada tin-tingan bilangan
Segerombolan wanita-wanita pembawa kayu bakar terseret bersolek api, bersorak-sorai berkacak mengincit wejangan pada pijakan
Jejak-jejak langkahku meniada terhapuskan derasnya hujan, tertutup ampak terasing dan terpecah menutupi kebisuan semesta
Sejenak berteduh, wanita-wanita hijau nampak memikul potret gelap berlari menepuk dada penuh kemungkaran bersajak bait-bait umpatan memecah keramaian
Kembali perjalananku dipertemukan sekawanan wanita-wanita sial, semua menderma sesalan meminang pembebasan dari kealpaan wasangka
Terdengar merdu fonetik berganti-gantian dari kejauhan mengulik hati yang mati suri, samar-samar wanita-wanita bersorban menyapa jalanku mendekap setandan anutan
Nampak dua bocah menapaki reng-rengan tangga menjerat rembulan setengah, privilese berserah mematahkan kenahasan petuah
Terlihat senyum menggaris tipis dari wanita-wanita suargaloka, petuah lama menghikayat peruntungan pada ketentuan lafadz, " ."
Surabaya, 12 Maret 2022
Sayuh
Pak Supir Menulis Lepas Berjiwa Bebas