Mohon tunggu...
Sayyidah Syarafatilulwiyah
Sayyidah Syarafatilulwiyah Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Airlangga

membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tingginya Utang Negara Tidak Dapat Menanggulangi Kesejahteraan Masyarakat

22 Agustus 2023   18:57 Diperbarui: 22 Agustus 2023   19:03 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tingginya Utang Negara merupakan isu ekonomi global yang saat ini harus kita perhatikan. Utang luar negeri telah menjadi permasalahan lama bagi Indonesia, karena utang sendiri terus meningkat tiap tahunnya. Utang Negara Indonesia menduduki posisi ke 7 terbesar di dunia. World Bank mencatat Indonesia ke dalam daftar negara dengan pendapatan menengah dan rendah. Fakta itu tertuang dalam laporan Bank Dunia bertajuk International Debt Statistics 2021. Urutan pertama dengan ULN terbesar diduduki oleh China. Lalu Brasil, India, Rusia, Meksiko, Turki, Indonesia, Afrika Selatan, dan Thailand.

ULN Indonesia terlihat selalu naik dari tahun ke tahun. Detailnya, ULN pada 2009 sebesar US$179,4 miliar. Lalu, menjadi US$307,74 miliar pada 2015, US$318,94 miliar pada 2016, US$353,56 miliar pada 2017, US$379,58 miliar pada 2018, dan mencapai US$402,08 miliar pada 2019.

Tingginya Utang negara sangat berdampak pada kehidupan ekonomi dan  kesejahteraan masyarakat. Jumlah hutang yang ada tidak seimbang dengan kesejahteraan rakyat, dan tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi, bahkan pertumbuhan hutang lebih besar ketimbang pertumbuhan ekonomi. Hal ini bisa dikatakan, bahwa hutang yang ada digunakan asal-asalan sehingga tidak mencapai sasaran pembangunan ekonomi.  
Pemerintah juga berpotensi menggunakan utang untuk membiayai belanja nonproduktif. Misalnya, belanja pegawai kementerian, sehingga hanya sedikit yang dialirkan untuk belanja modal produktif. Sebagian utang malah dipakai untuk menutup cicilan utang pokok dan bunganya. Penelitian Hernatasa (2004) menemukan adanya Fisher Paradox, situasi dimana semakin banyak cicilan utang luar negeri dilakukan, semakin besar akumulasi utang luar negerinya. Kondisi serupa dikemukakan oleh peneliti lain bahwa cicilan plus bunga utang luar negeri secara substansial dibiayai oleh utang baru sehingga terjadi net transfer sumber-sumber keuangan dari Indonesia ke pihak pihak kreditur asing (Swasono dan Arief, 1999).

Kondisi tersebut tentu tidak menguntungkan. Hal ini karena sebagian besar dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diharapkan dapat menggerakkan perekonomian ternyata tersedot oleh pengeluaran rutin yang sebagian besar teralokasi pacta cicilan pokok dan bunga utang. Utang yang sasaran utamanya untuk menunjang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan menjadi beban pemerintah saat melakukan pembayaran utang tersebut. Pembayaran

Utang dapat berdampak negatif. Antara lain dapat memicu krisis ekonomi yang makin lama makin meluas dan mendalam. Pemerintah akan terbebani dengan pembayaran utang tersebut sehingga hanya sedikit dari APBN yang digunakan untuk pembangunan, Cicilan bunga yang makin memberatkan perekonomian nasional Indonesia. Selain itu,dalam jangka panjang utang luar negeri dapat menimbulkan berbagai macam persoalan ekonomi negara Indonesia. Salah satunya dapat menyebabkan nilai tukar rupiah jatuh, inflasi, dan mengakibatkan ketergantungan terhadap utang dan kepentingan negara krediturnya.

Selain itu, dana hasil utang digunakan untuk antara lain pembangunan infrasruktur yang tidak banyak berdampak langsung pada perekonomian nasional. Alih-alih menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat dalam negeri, sebagian proyek padat karya justru banyak melibatkan tenaga kerja asing. Dalam tiga tahun terakhir, banyak media melansir derasnya arus masuk tenaga kerja asal China masuk Indonesia. Maka, logis jika pembangunan yang di antaranya dibiayai utang luar negeri tidak terlalu besar dampaknya bagi upaya pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan Indonesia.

Utang luar negeri yang tidak dimanfaatkan baik oleh pemerintah akan sangat merugikan kehidupan masyarakat. Salah satunya dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat. Penggunaan utang yang lebih banyak dihabiskan untuk membayar utang terdahulu dibandingkan penggunaan untuk kepentingan masyarakat.Hal itu membuat banyaknya terjadi kemiskinan dibeberapa daerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun