Solidnya kekuatan Koalisi Merah Putih (KMP) di tingkat nasional adalah cermin kekuatan KMP di tingkat daerah. Dalam konteks Kota Depok, Kekuatan ini sudah terlihat dan terbukti dari susunan personalia alat-alat kelengkapan DPRD Kota Depok yang didominasi oleh anggota-anggota KMP.
Cermin kekuatan di alat kelengkapan DPRD Kota Depok setidaknya menjadi gambaran nyata terhadap kekuatan KMP di pilkada Kota Depok. Misalkan apabila pilkada dipilih oleh DPRD, praktis calon dari KMP yang akan memenangkan pertarungan tersebut, lalu bagaimana bila pilkada dilaksanakan secara langsung ? Diprediksi, strategi politik pun pasti akan dilakukan tapi tetap dalam konteks kesatuan dan persatuan di kubu KMP.
Berdasarkan pengamatan berita online, peserta pilkada Kota Depok diprediksi hanya ada tiga calon Walikota Depok. Satu calon diusung oleh PDI Perjuangan, Hanura, Nasdem dan PKB, Satu calon lagi diusung oleh Kubu KMP yang terdiri dari Gerindra, Golkar, PKS, PAN dan PPP sedangkan satu calon lagi berasal dari jalur independen atau jalur perseorangan.
Benarkah hanya ada tiga peserta calon Walikota Depok ? Bila analisa ini benar, maka akan terjadi pertarungan dua lawan satu. Dua dari unsur partai politik melawan satu orang calon dari unsur independen. Diprediksi pertarungan dua lawan satu ini akan dimenangkan oleh unsur independen. Kemenangan dari unsur independen ini akibat kejenuhan masyarakat melihat tingkah laku oknum-oknum partai yang selalu menampakkan keangkuhannya.
Siapakah calon dari unsur independen yang akan memenangkan pertarungan, berdasarkan pengamatan berita online, ada empat calon walikota depok dari unsur independen yakni JJ Rizal dari unsur budaya, Ibrahim Kadir Tuasamu dari unsur Kosgoro, Nursi Arsyirawati dari unsur pengusaha dan aktifis organisasi kemasyarakatan serta Idris Abdul Somad dari unsur incumbent, Idris Abdul Somad diduga maju melalui independen karena tidak terpilih lagi oleh PKS, karena PKS memilih Imam Budi Hartono. Diantara empat calon independen ini, diprediksi hanya satu yang lolos sebagai calon Walikota Depok.
Prediksi pertarungan dua lawan satu dengan kemenangan calon dari unsur independen tentunya harus disikapi dengan segera terutama oleh kubu KMP. Karena itu untuk menghindari kemenangan dari unsur independen tersebut. Kubu KMP diduga merencanakan strategi politik pemecah suara.
Strategi yang dilakukan adalah melakukan tindakan politik seolah-olah kubu KMP terpecah belah, beberapa anggota KMP mengusung calon Walikota dan beberapa anggota KMP lainnya juga mengusung calon Walikota, Strategi ini perlu dilakukan agar jumlah peserta calon Walikota Depok menjadi empat peserta calon Walikota Depok. Targetnya adalah untuk memecah belah suara agar calon Walikota Depok terpilih berasal dari kubu KMP.
Sebagaimana kita ketahui bahwa berdasarkan desas-desus yang beredar, KMP Nasional telah mengkapling-kapling jatah kepala daerah di setiap daerah untuk dibagi rata pada setiap anggota KMP. Desas-desus yang beredar bahwa jatah untuk Kota Depok adalah PKS, Jatah untuk Kota Bogor adalah PAN sedangkan jatah untuk Kabupaten Bogor adalah PPP.
Dalam konteks jatah Kota Depok untuk PKS, tentunya penjatahan ini harus disiasati dengan memecah belah suara, apalagi selama ini sudah tertanam paranoid bahwa pertarungan dengan sedikit calon justru akan membuat calon dari PKS pasti akan kalah. Karena itu strategi yang diatur adalah seolah-olah kubu KMP terpecah dua padahal diduga sebenarnya itu hanyalah akal-akalan dari kubu KMP untuk merebut kekuasaan di Kota Depok dengan komposisi, Walikota berasal dari PKS dan dua orang Wakil Walikota berasal dari dua anggota KMP sedangan dua anggota KMP lainnya mendapat jatah menduduki posisi strategis di Badan Usaha Milik Daerah Kota Depok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H