menunda pekerjaan. Kalimat ini mungkin sering kita dengar, bahkan bisa saja terasa klise. Beberapa pesan positif memang sulit mengendap di kepala kita, terutama dalam situasi normal atau baik-baik saja. Lalu dalam sebuah situasi ketika kita kehilangan kesempatan untuk melakukan sesuatu, menjadi mafhumlah kita bahwa nasehat-nasehat ini memang bermakna dan benar adanya.
Jangan sukaSebagai sebuah kebenaran, nasehat memang tak jarang hadir dalam wajah yang tak menyamankan, kadang terasa pahit dan menyakitkan. Ya minimal dirasa merusak mood. Bisa saja kita beralibi, bukan nasehatnya yang salah, melainkan waktunya yang tak tepat. The right word on the wrong time. Â Maka benarlah ungkapan bahwa kebenaran itu pahit, bagi penyampai maupun penerimanya.
Suatu waktu, kita pasti pernah merasakan pengalaman yang so excited, menggebu-gebu berharap pada seseorang atas atas sesuatu. Tetapi seorang, entah kawan atau orang yang lebih tua mencoba mengingatkan; "Sudah, jangan lebay berharapnya, biasa saja, nanti bisa sakit sendiri loh". Dalam situasi semacam ini, bisa saja kita kurang nyaman mendengarnya, alih-alih menerimanya sebagai reminder agar tak jatuh dalam kekecewaan karena harapan yang bisa saja bertepuk sebelah tangan.
Ini baru nasehat verbal (lisan), padahal nasehat juga bisa berwujud peristiwa, pengalaman, dan bahkan kematian. Cukuplah kematian menjadi pengingat, begitu salah satu pesan Nabi Saw. Nyatanya, kita kerap bebal hati dan pikiran ketika diberikan nasehat, bahkan tidak jarang marah. Tetapi kematian orang-orang terdekat seringkali menjadi nasehat ampuh yang merubah hidup seseorang.
Ada seorang preman kampung yang hobinya mabuk dan sesekali bikin onar. Nasehat orang tua, tetangga hingga tokoh agama tak digubris, telinganya pekak, hatinya bebal. Tetapi suatu waktu hatinya mendadak terguncang, karena ibunya berpulang tanpa aba-aba. Kematian sang ibu menjelma menjadi nasehat dahsyat yang meluruhkan keangkuhannya selama ini.
***
Akhir Oktober 2022. Perasaanku sedang anomali. Apa yang dirasa, apa yang dipikir, tak sebenar-benarnya bisa disimpulkan. Perasaan so confused, banyak pikiran bercampur dengan crowded-nya, gamang dan tertekan. Semacam stres, tapi tak tahu penyebabnya. Pun bingung apa yang harus dilakukan.
Situasi ini masih berlanjut sampai awal November kemarin. Bedanya, kali ini ada perasaan kangen Emak di kampung. Ingin sekali pulang menemuinya, tetapi ada saja halangannya. Pekan kedua November, perasaan ini meningkat intensitasnya. Dan lagi-lagi dalam situasiku saat itu, aku merasa belum bisa pulang. Padahal hatiku sangat ingin menengok Emak. Aku bahkan mulai merevisi redaksi doa untuk Emak.
"Ya Rab, sehatkanlah Ibuku, lahir dan batin, berkahi umurnya, bahagiakan hatinya. Dan mampukan kami untuk membahagiakan dan membuatnya bangga. Maka cukupkanlah rizki kami ya Allah..."
Siang, 11 November 2022. Â Adik pertamaku mengirim pesan, Emak sakit, dan menyarankanku untuk lebih sering menelpon Emak, ben bungah. Â Harus kuakui, intensitas komunikasi ini memang menjadi titik lemahku.
Petang, 12 November 2022. Akhirnya aku menghubungi Emak lewat video call, melalui ponsel adik bungsuku yang tinggal serumah dengan Emak. Saat terhubung, yang pertama diucapkan Emak adalah menanyakan kabar istriku, disusul anak-anakku. Soal kondisi kesehatannya, Emak tak banyak mengeluh, hanya perutnya agak sakit, serta tubuhnya agak kedinginan, karena intensitas hujan sedang meningkat. Aku meminta Emak untuk makan sop untuk mengisi perut dan menghangatkan tubuh. Emak mengangguk, lalu meminta izin untuk kembali tidur.