***
Sudah kurang lebih satu jam aku menunggu. Di balik kecewa, aku masih bisa menyembunyikan. Tetapi tidak dengan istriku, dia mengajakku meninggalkan acara. Tetapi temanku menahan kami, meminta kesempatan sekali lagi untuk mengkomunikasikan dengan si Ketua Umum DPP Partai Anu.
Akhirnya berhasil, aku diminta merapat. Gayanya masih tampak sama, mungkin sudah pakem tokoh nasional. Pertanyaan pertamaku meluncur, dia jawab. Lantas pertanyaan kedua, ketiga, dan seterusnya sampai berahir. Si tokoh mendadak merubah sikapnya. Awalnya cuek, kini terasa lebih humble. "Masnya nggak pingin ke Jakarta? Sayang loh, punya kemampuan. Atau ikut saya aja, bantu besarkah partai kita," timpalnya.
Aku dan istri pun nyelonong pamit. Aku memacu motor dengan puas. Bukan karena tawaran posisi plus janji reward menarik yang diucapkan si tokoh di depan para pendukungnya. Lebih dari itu, adalah kepuasan karena berhasil menkalukkan keangkuhannya. Istriku yang membonceng di belakang, pun senyum-senyum sendiri. Sambil sesekali menyubit perutku. "Disepelekan? Agh, sudah biasa tuch,".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H