Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Mencari Bahagia di Bulan Ramadhan

6 Mei 2019   21:55 Diperbarui: 6 Mei 2019   22:30 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

SATU buah arem-arem, satu biji gorengan, plus secangkir kopi susu telah tersaji di meja kerjaku sebelum adzan maghrib berkumandang.  Oiya, ada juga segelas kecil teh manis dan tentu saja air putih. Begitu adzan berkumandang, teh hangat langsung kusambar, kunikmati pelan-pelan dan menyusul menu lainnya.

Jujur saja, menu berbuka puasa sesederhana itu telah cukup membahagiakanku. Memang benar kata Baginda Nabi, dua di antara kebahagiaan orang yang berpuasa, tak lain saat berbuka. Puas rasanya bisa melewati seharian yang panas menyengat dengan tetap menjaga puasa, dan menikmati menu berbuka sesederhana apapun di momen itu sangatlah membahagiakan.

Itulah wujud kebahagiaan yang ingin kucari sepanjang Ramadhan ini. Bukan sekadar bahagia bisa makan kembali, tetapi bagaimana berbuka yang 'cukup' itu memang mencukupi. Andai saja sore hari tadi aku mampir ngabuburit berburu menu takjil, pastilah segala yang ada nampak ingin kubeli. Membayangkan sensasi menyantap semuanya saat adzan maghrib berkumandang.

Padahal, saat berbuka, belum tentu semua menu yang melimpah itu termakan semua. Itulah mungkin hakikat puasa, menahan diri dari angan-angan dan keinginan yang liar. Sebab keinginan yang gagal dikendalikan justru bisa berbalik mengendalikan, sat itulah kebahagiaan jauh dari hati kita.

Nafsu; keinginan, personal desire, memang sesuatu yang melekat dalam fitrah penciptaan manusia.  Tak ada peradaban maju tanpa nafsu membangun. Tetapi tanpa kapasitas kendali, nafsu bisa menjelma menjadi monster yang eksploitatif.  Apalagi, keinginan itu tak pernah berujung dan bahkan unstoppable. Nabi melukiskan hal ini dengan sangat indahnya.

"Sungguh, seandainya anak Adam diberikan satu lembah yang penuh dengan emas, pasti dia akan ingin memiliki lembah yang kedua, dan jika seandainya dia sudah diberikan yang kedua, pasti dia ingin mempunyai yang ketiga. Tidak ada yang dapat menutup perut anak Adam kecuali tanah, dan Allh Subhanahu wa Ta'ala menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat" (HR. Bukhari)

Itulah tabiat tamak manusia, tak pernah cukup dengan yang ada. Bahkan, seorang pimpinan partai berbasis agama dengan aset kekayaan tak kurang dari Rp 11 miliar, masih sempat-sempatnya menerima gratifikasi Rp 300 juta dalam kasus dugaan jual beli jabatan di Kementerian Agama. Kekayaan yang dimiliki tak membuatnya merasa cukup, selalu ingin lebih dan lebih. Padahal, ketika keinginan itu terus dipenuhi, dia bisa gagal mendapatkan bahagia. Seperti kata para pujangga, keinginan adalah sumber penderitaan, tentu saja jika tak dikendalikan dengan baik.

Bahkan, nenek moyang kita, Adam dan Hawa, harus terlempar dari tanah kebahagiaan; surga ke bumi yang fana, karena gagal mengendalikan diri atas satu-satunya larangan Allah, yakni mendekati pohon khuldi. Padahal, Tuhan telah memberikannya berjuta-juta makanan, minuman, buah-buahan terbaik. Tetapi semua itu tak cukup.

Mari belajar menahan dan mengendalikan keinginan selama puasa Ramadhan. Karena yang halal pun dilarang di bulan ini, seperti makan, minum, dan berhubungan seksual suami istri. Pun itu hanya sejak fajar sampai maghrib. Apalagi keinginan yang terlarang, seperti korupsi. Percayalah, keinginan liar itu hanya akan melahirkan derita. Wallahu a'lam. []

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun