HAMPIR satu tahun aku fakum menulis di kompasiana. Entah kenapa, dua pekan terakhir mendadak ingin kembali menulis. Tetapi tak seperti setahun lalu, tulisanku ternyata tak lagi menarik pembaca. Angka viewer tentu jadi bukti sahihnya.
Sempat frustasi juga menilik jumlah pembaca yang minim. Aku coba beberapa tema, tetap hasilnya tak banyak berubah. Â Bahkan dengan menyerempet sisi human interest, tetap saja ajeg. Mungkin benar, tulisanku tak lagi menarik.
Tetapi, sambil mengevaluasi dan mengais-kais ide tulisan baru, aku menjumpai gejala menarik. Bahwa tulisan paling banyak dilirik sebagian besar adalah tentang politik. Aku mafhum, karena ini tema paling aktual untuk dituliskan di puncak tahun politik.Â
Namun sedikit masuk ke dalam, tulisan bertema politik itupun lebih dominan dengan kesan partisan. Tulisan politik dari orang yang sudah punya keberpihakan sejak di kepalanya.Â
Hanya sebagian kecil yang tetap menjaga posisi 'mengayomi semua', menyampaikan pesan-pesan yang lebih konstruktif dan edukatif, misal tentang keseriusan menghargai pilihan yang berbeda atau merajut damai usai pesta demokrasi.
Ya, sebagian banyak adalah tulisan yang membawa situasi batin berpihak. Ada yang halus, menyimpulkan situasi dengan harapan-harapan tertentu. Tetapi yang disebut terakhir itu mungkin satu dua penulis. Sebagian besar adalah tulisan membenarkan preferensi keberpihakannya dengan menghakimi kubu lawan.Â
Menertawakan kubu yang sudah declare karena dianggap mendahului proses resmi di KPU, tetapi dengan memegang erat keyakinannya bahwa kubunyalah yang menang. Itu semua tentu tergambar di tulisan. Tak terkecuali tulisan olok-olok dan nyinyiran yang dikemas dengan diksi yang bagus.
Bahkan, keindahan diksi puisi pun ada yang ditarik untuk membincang politik. Berntung, sebagian besar memilih menitipkan pesan damai.
Apakah semua itu patut dipersalahkan? Tentu saja tidak. Terlebih, tak ada aturan yang melarang mengekspresikan dukungan politik dalam tulisan. Bahkan, akupun punya keberpihakan. Tetapi berjuang sekeras mungkin dengan memilih menghindar menuliskan tulisan provokatif, meski dengan kemasan data dan kesan ilmiah sekalipun.
Kekhawatiranku hanya satu, adalah menjadi bagian dari memperruncing polarisasi. Apalagi bersikap hipokrit, sementara tangan kanan mengacungkan salam perdamaian, tangan kiri diam-diam melempar percikan api kemarahan terhadap lawan.