Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Iri pada Tangan Kasar Si Pemecah Batu

2 Mei 2018   00:02 Diperbarui: 1 Mei 2021   13:34 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (pixabay.com)

KONON, hanya ada dua tangan beruntung yang berkesempatan dicium Rasulullah Saw. Yang pertama tentu putri tercintanya, Fatimah Az Zahra, istri Sayidina Ali Karamallahu wajhah. Lantas, siapakah tangan beruntung berikutnya yang pernah dicium dengan penuh takzim oleh sang manusia agung itu?

Tak lain seorang buruh kasar di pojok dekat Madinah, pusat kekuasaan Islam saat itu. Ya, lelaki itu hanyalah tukang pemecah batu. Setiap hari kulitnya dibiarkan terbakar terik Jazirah Arab yang menyengat. Terlebih tangannya yang hitam memerah, karena setiap waktu menggengam palu dan memukulkannya ke batu-batu besar. Pastilah telapak tangan itu melepuh.

Suatu waktu, Baginda Nabi yang baru saja tiba memasuki Madinah selepas peperangan Tabuk dengan pasukan Romawi. Sementara para sahabat bergegas ke rumah, pandangan Rasulullah justru tertuju pada sang pemecah batu. Melihat kondisi tangannya, Rasul pun bertanya:

"Kenapa tanganmu kasar sekali, saudaraku?"

Sang pemecah batu pun menjawab: "Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah satu. setiap hari saya pecahkan batu-batu ini lalu saya jual ke pasar. Uangnya saya bawa pulang untuk menafkahi anak dan istriku. Karena itulah tangan saya kasar dan melepuh"

Tak lama, Baginda Nabi menjabat tangan si pemecah batu, memandanginya lama, lantas mencium tangan kasar itu dengan penuh takzim. "Ketahuilah, tangan-tangan seperti inilah yang tak akan pernah tersentuh api neraka selama-selamanya"

Setiap kali membaca riwayat itu, selalu saja aku merinding. Kadang sampai brebes mili, membayangkan tangan yang dicium manusia mulia itu adalah tanganku. Mungkin perasaan itu melukiskan kerinduan pada Beliau. Semisal Taufiq Ismail yang menggubah kerinduan itu menjadi lagu abadi; Rindu Rasul. Lagu yang dipopulerkan oleh Bimbo.

Konon, Iin Parlina, satu-satunya personel perempuan Bimbo, selalu tak mampu menahan air mata setiap kali melantunkan lagu ini bersama Bimbo. Dia akan memilih ke belakang panggung selepas melantunkan satu dua bait karena sedemikian tergetarnya.

Agh, beruntung nian nasib buruh sang pemecah batu itu. Tangannya yang kasar dan melepuh saja sampai dicium dengan penuh hormat oleh Baginda Rasul. Beruntunglah para lelaki yang mau bekerja keras untuk menafkahi anak istrinya dengan halal. Mereka mungkin dipandang sebelah mata oleh sesamanya, tetapi mulia di mata Rasulullah. Mereka tidak hanya dijanjikan surga, tetapi juga wajib dipenuhi hak-haknya sebagai pekerja.

"Bayarkanlah upahmu sebelum keringat mereka kering," kata Rasul. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun