Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyentuh Pengalaman Sentimentil Audien

23 April 2018   21:59 Diperbarui: 23 April 2018   22:15 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tadi materinya sangat inspiratif. Beberapa poin yang disampaikan pemateri, saya pernah mengalami," tutur salah satu peserta, dalam sesie pelatihan menulis.

Pernah mengalami atau melihat testimoni semacam itu di sebuah pelatihan? Bagi seorang speaker, trainer, instruktur, fasilitator, dan sejawatnya, pengalaman seperti itu sangat berharga dan tentu saja membahagiakan. Pengakuan itu juga menunjukkan proses penyampaian pesan dari speaker ke audien cukup efektif.

Sebuah ungkapan atau tulisan yang menggugah perasaan pendengar/pembaca amatlah dinanti setiap speaker, penulis, atau bahkan penampil. Ya seorang penampil, sebut saja penyanyi, juga butuh itu untukk men-delivery- perasaan atas sebuah lagu ke pendengar. Mungkin Saya, Anda, kita semua pernah mendengar penilaian judges dalam sebuah kontes idol, semacam ini:

"Tidak ada yang salah dengan suara kamu, kualitas vokalmu bagus, tidak ada yang pitchy, teknik menyanyimu juga oke. Tapi pesan dari lagu itu kurang sampai, feel-nya nggak dapet"

Ya, berbicara, menulis, menyanyi dengan hati terkadang amat penting untuk menyentuh sisi sentimentil pendengar/pembaca. Bagi seorang speaker, itu menjadi cara membenamkan pesan-pesan ke pendengar. Karena pesan yang diamini pendengar cenderung akan bertahan lama dalam ingatan.

Cara pembicara menjangkau pengalaman sentimentil pendengar adalah bagian dari menyamakan frekuensi pesan. Orang cenderung akan respek dan tertarik ketika yang didengar terkait dengan pengalaman atau kepentingannya. Tetapi bagi seorang speaker, teknik itu adalah fardlu 'ain sebagai bagian dari understanding others, memahami pendengarnya. Sebab, tanpa memahami, sulit untuk mempengaruhi bukan? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun