Tidak lebih 10 menit, salah seorang temanku maju. Sebut saja namanya Andi, dia yang terpandai di kelas kami. Andi selalu menjadi andalan untuk semua pelajaran eksakta.
Lama melamun, aku mulai mengerjakan kuis soal yang ternyata mudah. Tiba-tiba, temanku yang duduk persis di depanku membalikkakn badan. "Mad, gue lihat jawabannya dong," Temanku yang satu ini, Anto, mungkin kebalikan si Andi. Dia jarang sekali belajar, rutin mencontek setiap ada PR dan ujian, plus cukup bandel, dan nilai-nilai ulangan cukup membuktikannya. Tapi entah kenapa, yang dia contek adalah jawabanku. Padahal masih banyak teman lain yang dianggap lebih pintar.
Sudah 10-an siswa yang menyerahkkan jawaban ke depan. Aku memilih tak maju, meski telah selesai. "Ini sudah beberapa anak maju tapi kok jawabannya salah semua. Masa soal seperti ini tidak ada yang bisa? Ayo, mana yang lainnya," kata Bu Guru dengan nada geram.
Suasana sedikit lengang dan tegang saat Anto mendadak bangkit dan bergegas ke depan dengan cengar cengir .... Aku tersenyum sambil menunggu reaksi perempuan paruh baya itu mengoreksi jawaban hasil kerja otakku itu. Teman-teman sekelas pun tak kalah kaget dengan kenekatan Anto. "Cie cie....Anto ngimpi apa semalem," celetuk salah satunya yang memancing pecahnya tawa berjamaah.
Anto telah duduk santai ketika Ibu Guru beranjak ke tengah kelas sambil menenteng buku miliknya. Sementara tumpukan buku lainnya tetap teronggok di meja. Seisi kelas mendadak hening.
"Mana Anto ? Ini Bukumu?" tanyanya.
"Saya, Bu!"
"Semua jawaban kalian salah! Cuma milik Anto yang benar," tukasnya lantang.
Tanpa komando, seluruh siswa bertepuk tangan dan memuji Anto. Aku paham tepukan tangan dan tawa teman-temanku, tapi aku ikut merayakakn keriangan bersama itu.
Anto yang sejak tadi tersenyum girang kembali balik badan. Dia menjulurkan tangan dengan puasnya. "Thank's, Mad. Makasih..makasiiih..."
Baru kali ini aku merasakan jabat tangan tulusnya. Dia seperti baru menang lotre, melampiaskan kebahagiaan dengan ekspresifnya.