Mohon tunggu...
sayektiputrim
sayektiputrim Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga

Myday, Villains

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" Atau "Tak Menghargai Jasa Pahlawan"?

12 Desember 2024   09:51 Diperbarui: 12 Desember 2024   09:51 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebulan yang lalu, tepatnya pada 25 November kemarin kita memperingati Hari Guru Nasional (HGN) 2024 dengan tema "Guru Hebat, Indonesia Kuat". Namun, pernahkah kita bertanya-tanya apa yang mendasari dibentuknya hari peringatan di tanggal tersebut? Jawabannya ada dalam Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 yang mempertimbangkan dua hal, yaitu mengenai peran dan kedudukan guru yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, serta 25 November 1945 selama ini diperingati sebagai hari lahir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Jawaban ini mungkin terkesan sederhana, akan tetapi di balik kelahiran nama PGRI itu tersimpan sejarah panjang perjuangan para pendiri dan anggotanya, terlebih sebagai sosok guru. 

Seperti yang kita tahu, profesi guru bukanlah suatu hal yang mudah. Memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan mencerdaskan generasi mendatang, seorang guru dituntut untuk selalu belajar dan mengajar. Mengajar di sini maknanya juga luas sekali, mulai dari memberikan ilmu akademis, mengasah keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah, hingga mencontohkan secara moral. 

Mirisnya di masa sekarang ini, banyak kasus yang terjadi ketika siswa mengadu ke orang tuanya karena "dimarahi" guru. Batasan "marah" ini memang berbeda-beda di setiap kasus, namun yang menjadi kekhawatiran adalah ketika guru dilarang keras memarahi muridnya hanya karena dalih "cara mengajar zaman sekarang sudah berbeda". Mungkin kita dapat menyetujui kalimat tersebut jika kasusnya masuk ke ranah penganiayaan, kekerasan yang menyerang mental atau fisik, atau bahkan pelecehan seksual. Di luar itu, dengan cara apakah guru mengingatkan murid yang bebal sementara ia harus menunaikan kewajiban pada seluruh murid lainnya? Seakan-akan dituntut menjadi pribadi yang sempurna, nyatanya "imbalan" yang mereka dapat juga tak sepadan.

Berbicara mengenai imbalan, fenomena guru mogok mengajar sudah pernah terjadi di beberapa tempat. Salah satu alasannya adalah menuntut gaji yang terlalu kecil hingga yang tertunda pencairannya. Guru memanglah pahlawan tanpa tanda jasa, tapi sebagai manusia yang juga bekerja mencari nafkah, apakah pantas untuk mendiskreditkan jasa mereka, mengingat apa yang menjadi kewajiban mereka juga begitu besar? Sudah seharusnya mereka digaji secara layak oleh negara. 

Kabar kenaikan gaji guru datang dari Presiden Prabowo dalam pidatonya di Puncak HGN 2024. Beliau menuturkan bahwa akan ada kebijakan peningkatan kesejahteraan guru, untuk non-ASN sebesar 2 juta rupiah, untuk ASN sebesar satu kali gaji pokok. Hal ini kemudian dikonfirmasi oleh Kemendikdasmen bahwa yang akan diberikan pada guru di tahun 2025 merupakan tunjangan sertifikasi. Sederhananya, guru baru bisa mendapatkan tunjangan setelah mengikuti ujian sertifikasi dan memenuhi kompetensi-kompetensi tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk memotivasi guru agar selalu belajar serta meningkatkan kemampuannya.

Sebagai warga sipil, kita harus kritis dan tetap mengawal kapan kebijakan ini dimulai, bagaimana sistematikanya, serta apakah ujian sertifikasi sudah merata. Dalam arti, beberapa guru di daerah masih sulit menjangkau pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan kualitas keguruannya. Oleh karena itu, sebaiknya sebelum kebijakan ini dilaksanakan, pemerintah harus memfasilitasi guru untuk bisa meningkatkan kompetensinya pula.

Guru sebagai garda terdepan dalam mencerdaskan anak bangsa demi tercapainya kesejahteraan sudah selayaknya mendapatkan hidup yang sejahtera pula. Oleh karena itu, kenaikan gaji guru menjadi salah satu urgensi di masa sekarang ini. Guru dituntut ekstra sabar, selalu mau belajar, canggih dan mengerti IPTEK, dapat memahami karakter siswa yang jumlahnya tidak sedikit, serta masih banyak tantangan lain. Menjaga motivasi mengajar di tengah tuntutan-tuntutan itu pastinya butuh usaha yang besar. Dedikasi mereka menjadi pengingat untuk kita menghargai jasa-jasanya, bukan hanya ketika peringatan HGN saja, tapi selalu dan selamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun