Mohon tunggu...
putrie d.p
putrie d.p Mohon Tunggu... -

hmmmmm

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Stress No Dessert??? (2)

1 Oktober 2014   03:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:52 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Summary:

Evita sosok yang cantik, yang tentu juga sosok yang disukai oleh banyak cowok di tempatnya kuliah, bahkan mungkin terkenal juga di kalangan kampus lain ini tentu saja juga memiliki sebuah kekurangan dibalik topeng kesempurnaannya, Evita seperti halnya manusia pada umumnya, tidak akan pernah lepas dari penyakit yang namanya stress. Entah itu stress pikiran, mental, maupun fisik. Terus apa sih yang jadi permasalahannya sekarang?

Genre: Friendship, Family dan Gak Jelas ^-^

Happy reading guys ~

Pagi yang cerah dengan sejuta keindahan warnaini, membuat para burung-burung kecilpun ikut bernyanyi dengan merdunya dan juga menentramkan hati bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh mengagumi kebesaran Tuhan yang tiada tara ini. Hingga…..

~PRANGGG~

Bunyi salah satu peralatan makan yang terpecah belah tak berbentuk karena lemparan salah satu penghuni rumah itu terdengarikut mewarnai. Bunyinya yang memekakkan telinga ini memang sering terdengar dari sebuah rumah yang cukup besar dan terawat itu baik pagi, maupun malam hari. Sebenarnya apa si yang terjadi di dalam rumah itu?

Terlihat Evita yang berdiri tidak jauh dari anak tangga itu terdiam kaku melihat kejadian yang tidak sepantasnya dia lihat sebagai seorang anak dengan berlinang air mata. Bagaimana tidak? Ibunya yang pekerjaannya selalu di kantor itu selalu memecahkan piring yang berisi nasi yang masih banyak itu di depan ayahnya yang tidak mengerti apa-apa itu. Ayahnya hanya sakit, walaupun sekarang dia juga sudah tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya dan tidak bisa berbicara dengan benar lagi karena terserang ‘struk’ saat kelelahan bekerja. Tapi kenapa? Kenapa ibunya itu selalu tidak sabaran terhadap ayahnya? Ayahnya hanya membutuhkan sedikit pengertian tentang kondisinya itu, dia tidak akan bisa langsung menerima suapan nasi dengan cepat. Jika ibunya itu tidak sabaran karena takut telat seharusnya dia bisa menyuruh yang lain untuk menggantikannya, Evita mungkin? Atau bibinya jika dia gak ada?.

“Apa-apaan kamu bu?? Tidak seharusnya kamu melakukan hal itu di depan ayahku?” bentak Evita tidak terima.

Tunggu!!ayahku? ada yang ganjil disini, kenapa dia ‘Evita’ tidak mengatakan ayah saja kepada ibunya itu, dan kenapa pula Evita tidak sopan kepada ibunya itu meskipun ibunya ‘sedikit’ keterlaluan terhadap ayahnya itu dengan menyebut ‘kamu’?

“Lebih baik kamu diam Vit. Masih untung kamu dan ayahmu yang sudah tidak berguna ini tinggal di rumah ini. Dasar anak tiri tidak tau diuntung!” ketus ibu’tiri’nya itu dan langsung pergi saja tanpa memperhatikan Evita lagi.

“Hiks,…ayah…Evita janji, setelah Evita lulus kuliah nanti Evita akan langsung kerja, dan membawa ayah keluar dari rumah ini secepatnya, ya..?” kata Evita kepada ayahnya itu dengan sedikit terisak.

Dengan lunglainya Evita yang berjalan ke arah kelasnya itu tidak sadar jika ada yang mengikutinya sejak tadi masuk gerbang kampusnya itu sampai saat ini.

“Doorrrrr…..!!!” kejut seseorang yang telah mengikuti Evita sejak tadi itu.

“Issshhh kau ini Dan,…tidak ada cara yang normal saja ya untuk memanggil orang, kenapa sih mesti ngagetin?” kesal Evita.

“Habisnya, kamu sih, tadi ku panggil-panggil dari depan gerbang gak nyahut-nyahut, jadi terpaksa deh aku ikuti kamu dan mengejutkan kamu akhirnya, hehehe….” Sangkal Danu salah satu teman, sekaligus tempat sandaran Evita ketika dia susah sejak SMA itu dengan wajah tanpa dosanya. “Kamu kenapa sih tidak seperti biasanya?? Apakah ini masalah ‘ibu’mu itu lagi?” tambah Danu penasaran.

“Hahhh..entahlah, ku sekarang bingung Dan. Bagaimana ya bisa lulus cepat dari kampus ini dan segera dapat kerjaan? Aku ingin cepat-cepat membawa ayahku keluar dari rumah itu dan menyewa pekerja yang ahli di bidangnya dan mau mengurusi ayahku berapun biayanya itu, kamu tau Dan, bagaimana caranya?” Tanya Evita dengan nada ‘sedikit’ putus asa.

“ Entahlah..” sahut Danu dengan mengangkat bahunya” yang hanya dipikiranku saat ini kamu tu hanya harus banyak belajar dan cepat-cepatlah kamu perbaiki nilai-nilaimu itu…kamu pasti cepat lulus, dan bisa dapat kerja, apalagi dengan modal wajahmu itu, jadi model atau artis iklan cocok kali ya?!”usul saran Danu selanjutnya.

“Hahhh…benar juga…tapi bagaimana caranyaaa,,…?aisshh..” Evita, sambil sedikit mengacak rambutnya itu menyerah duluan. Danu yang melihat kelakuan Evita itupun hanya bisa menggelengkan kepalanya saja karena tingkah unik teman cantiknya ini.

Di kantin, setelah usai jadwal kuliah hari ini, Evita dan kawan-kawannya Putri, Lia, dan tentunya Danu sudah meenuhi salah satu meja di sudut kantin kampusnya itu. Bahkan sesekali mereka tukar pendapat dan candaan satu sama lain walaupun tidaka jelas apa saja yang telah mereka bahas itu. Namun, keramaian itu sedikit terganggu saat ada seorang cowok yang dating dan ‘meminjam’ Evita kepada teman-temannya sebentar. Teman-temannya tersebut yang sudah mengetahui apa yang akan terjadi karena seringnya hal itu terjadi hanya meg-iya-kan saja maksud cowok itu. Menunggu dan melihat teman-teman Evita hanya memasang wajah iku sedih pada ekspresi sedih cowok itu setelah mendengar jawaban Evita dan langsung pergi dari kantin itu. Evita yang tahu bahwa teman-temannya itu memperhatikan itu, hanya tersenyum kecut, dan bergum”aku belum siap” kepada teman-temannya.

“Kamu, kenapa sih Ev,..?kamu selalu saja menolak cowok-cowok yang menghampirimu itu? Tanya heran Putri kepada Evita.

“Iya, Ev,…dan juga kenapa sih kamu diam saja dari tadi? Padahal kan tadi lucu bisa bercanda tentang masalah itu?”

“ tidak apa-apa kog, aku hanya belum siap saja untuk berpacaran, apalagi aku kan belum terlalu mengenal cowok-cowok itu. Dan cukup Sudahlah…kalian membuat kepalaku jadi tambah pusing saja…” jawab Evita.

“Dia kenapa sih Dan? Dia lagi stress lagi ya memikirkan tentang keadaan keluarganya itu?” Tanya Putri kepada Danu.

“Yahh…begitulah”sahut Danu dengan mengangkat bahunya sedikit.

“Hahhh….Aku pengen makan-makanan yang maniis hari ini. Dessert yang enak hari ini apa ya?” gumam Evita bosan dengan tingkah teman-temannya itu dan melihat menu makanan di kantin itu dengan seksama.

“Evita..beneran kamu lagi stress?” Tanya Lia dengan Polosnya.

“Iya nih ya,…menurutmu apa ya dessert yang tersedia dan enak disini?kamu bisa rekomendasikan ke aku?biasanya kamu kan yang paling updet dessert-dessert terbaru dan enak di kantin ini?” Tanya Evita, tidak nyambung dengan pertanyaan Lia tadi.

Danu dan Putri yang melihat kepolosan Lia saat bertanya dan ketidaknyambungan Evita itu hanya bisa menggelengkan kepala mereka saja dan memakluminya.

“Uh..dessert? Nooo… Stress Vit…” kesal Lia dengan tingkahnya yang lucu itu.

“Hm?”Evita sambil mengangkat satu alisnya heran menatap Lia.

“Stress Vit……” ulang Lia

“Ya?” Evita tetap ttidak nyambung

“Uh…Puding coklat….!!!” Jawab dan kesal Lia akhirnya kepada Evita

“Oke…”

Setelah selesai mereka di kantin. Evita dan teman-temannya pun pulang berjalan kaki bersama. Alasannya? Tentu saja berhemat dan menganggap bahwa itu olahraga saja. Lagian menyenangkan kog jika bersama-sama seperti ini. Tanpa teman-temannya mengetahui Evita yang sejak beranjak dari kantin itu hanya terdiam dan sibuk dengan pikirannya sendiri itu tampak pucat, dan dala hitungan sekejap teman-temannya dikagetkan dengan Evita yang terjatuh tak sadarkan diri di depan mereka. Dan untungnya juga saat itu Danu ada di belakangnya dan dengan cepat menangkap tubuh Evita yang lemas itu.

“Evitaaa…..!!!” teriak teman-temanya kaget.

Di ruangan yang serba putih itu, berbaring Evita yang tak sadarkan diri dan berkeringat dingin yang membuat siapa saja yang ada disana memandang sedih Evita termasuk teman-temannya. Dokter yang memeriksa Evita pun juga sudah keluar ruangan setelah mengatakan kondisi Evita saat itu,” Tenang saja, Evita hanya mengalami stress ringan saja, dia hanya terlalu lelah dan mempunyai banyak pikiran-pikiran di dalam otaknya itu, jadi dia tidak bisa mengkontrol kesehatannya sendiri dan berakhir pingsan. Lebih baik sekarang kalian panggil walinya, biar walinya tidak khawatir dan bisa membawa Evita pulang” kata sang dokter yang merawat Evita tadi.

“Terus bagaimana, Dan?” Tanya Putri

“Entahlah, tidak mungkin juga kan kita membawa ayahnya yang juga lagi sakit kesini, bisa-bisa tambah parah saja nanti penyakitnya, kalau ‘ibu’nya……ah…Lupakan saja, lebih baik kita tunggu Evita saja sendiri hingga dia sadar” jawab dan usul Danu.

---------------------------------------------------------END-----------------------------------------------------

Putrie dwi p./12410070/f

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun