BERBEDA
Summary:
Aku selalu suka memperhatikan sekitarku. Banyak sekali kejadian dari kenakalan anak-anak tetangga, teman-teman yang usil, hingga percintaan kakak dan juga teman-temanku. Hal itu benar-benar sangat menyenangkan, sampai aku melihat suatu kejadian yang berbeda dari biasanya, dan mengubah semua pandanganku tentang dunia yang selalu indah di mataku.
Genre: Family dan Gak Jelas ^-^
Happy reading guys ~
Di pagi yang cerah ini, benar-benar membuat hati menjadi saaaangat bercahaya. Bagaimana tidak? Hari ini awal dimana aku akhirnya bisa ikut melihat bagaimana kakakku yang seorang Psikiater bekerja di Rumah Sakit S, setelah lama sekali merengek-rengek kepada kakakku tersayang ini untuk mengabulkan keinginanku itu, mumpung libur gitu..hehe..
“Hehe..ayo kakak..aku sudah siap…” ujarku kepada kakakku manja.
“Dasar, adikku yang nakal ini…semangat sekali…ayo…” ujar kakakku.
Sesampainya di Rumah Sakit S, aku pun dan kakakku keluar dari mobil dan berniat untuk masuk ke Rumah Sakit, belum sampai aku masuk, suara sirine dari mobil ambulance terdengar dan berhenti di depanku.
“Cepat bawa masuk, kita harus segera memberikan pertolongan pertama kepadanya..” ujar seorang perawat yang ikut membantu mengangkat orang itu yang ternyata tangannya terpotong.
Kakakku yang melihat itu, tiba-tiba didatangi seorang perawat yang melapor kepadanya. Dan tanpa sadar akupun juga memperhatikan percakapan mereka.
“Dokter Erwin, anda dipanggil oleh Dokter Erni untuk ikut menangani pasien ini..” ucap perawat itu.
“hm..? kenapa? Apakah…?”Tanya Kakakku kepada perawat itu, belum sempat kakakku menyelesaikan pertanyaanya perawat itu segera menyelanya
“iya dokter, …gejala yang terjadi kepada pasien itu menunjukkan gejala skizofrenia atau dismorfik tubuh,..karena itu, pasien ini tadi berteriak kalau dia sengaja memotong lengannya karena dia membenci lengannya itu….” Jawab perawat itu.
“aku mengerti….,lebih baik kita harus secepatnya kesana..” ujar kakakku dan bergegas mengikuti perawat itu untuk menangani pasien yang baru saja dating tadi.
Aku yang memang mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi berniat untuk mengikuti kakakku. Namun, belum sempat aku menyusul kakakku, aku melihat seorang ibu-ibu yang menggendong anaknya yang masih kecil dan ditemani oleh beberapa orang mengis histeris.
“kenapa…hiks..hiks…kenapa dia melakukannya…kenapa dia memotong lengannya sendiri…” ujar ibu itu. Aku yang melihat itu, menatap iba atas kejaddian yang menimpa keluarga ibu itu, aku berasumsi bahwa ibu itu pastilah istri pasien yang akan dirawat juga oleh kakakku itu.
----“--------
Aku sudah cukup lama duduk menunggu di luar ruang pasien yang sedang dirawat oleh kakakku dan Dokter Erni dengan istri pasien itu. Ketika aku sedang bermain-main dengan anaknya itu, dan sempat bertanya-tanya kepada ibunya–yang sedikit bisa disimpulkan bahwa keluarga ibu itu berada di bawah ekonomi yang rendah dan suami ibu ini yang hanya bekerja sebagai tukang kayu- itu, menoleh ke pintu yang terbuka dan meihat kakakku dan dokter Erni keluar. Kakakku yang melihat itu hanya mengangguk kepada ibu itu dan memanggilku untuk ikut pergi bersamanya dan membiarkan dokter Erni berbicara berdua dengan istri pasien.
“Kakak? Sebenarnya apa yang terjadi kepada suami ibu itu?” tanyaku kepada kakakku.
“Hmm? Kamu ingin tahu? Gimana ya mengatakannya,…sebenarnya banyak sekali pasien yang kakak tangani memiliki gejala yang sama dengan suami ibu itu, namun untuk yang masalah satu ini, mungkin lebih disebabkan kepada mereka yang kurang mampu secara ekonomi mengakibatkan suami ibu itu berkhayal kalau lengannya itu yang selalu dibuatnya bekerja untuk memotong kayu membencinya, atau tubuhnya itu membenci lengannya itu.” Ujar kakakku.
“Hahh..aku tetap tidak mengerti apa yang kamu maksudkan kak…”ucapku tidak mengerti.
Kakakku yang mendengar ketidak-mengertianku itu hanya tersenyum dan mengusap rambutku gemas dan mengajakku untuk melihat isi kantornya.
----“----------
Seminggu setelah kejadian itu, akupun ikut kakakku lagi ke tempat kerjanya, dan disini akupun hanya melihat dan tidak banyak bertanya bagaimana kakakku bekerja dari kejauhan.
“Lihatlah bapak, bagimana anda difoto ini, anda yang menggendong anak anda dengan senang dan bahagia,…” ujar kakakku kepada pasien itu yang menangis melihat foto yang ditunjukkan kepadanya.
Dan istri dari pasien itu pun juga ikut menambahinya dengan berurai air mata…”hiks…jika kau tidak memiliki lengan,..bagaimana kamu bisa menggendong anakmu lagi,..aku tidak tau..bahwa kamu mengalami masa-masa yang sulit seperti ini..aku akan membantumu..mari kita bersama-sama menghasilkan uang…..”
Dan tanpa sadar akupun ikut meneteskan air mata saat melihat kejadian ini di depanku. Sekarang aku banyak belajar hal yang baru setelah melihatnya, bahwa hidup itu tidak bisa ditanggung sendirian. Kita perlu meminta bantuan sekali-sekali, dan tidak perlu kita menanggung semua itu sendiri.
---------------------------------------------------------END-----------------------------------------------------
Putrie dwi p./12410070/f
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H