Air mata jatuh berarak,
memberi bekas pipi yang keriput
penuh akan guratan hidup.
Bekas keperkasaan hanya tinggal kenangan,
telah tertelan, diasingkan,
dilupakan dan tersudut pada kesepian
serta di ujung terhapuskan.
          Â
Kini terbujur dalam pembaringan sepi,
bersaudara sakit dan linangan kepiluan
selalu merintih,
menghalau berharap berdamai dengan sepi,
menahan deruan derita nestapa.
Dalam pekat larut malam dia tercekik dan  berbisik,
"MAUT peluklah daku yang kedinginan, bawalah ke alam keabadian"
Rintihanpun  terhenti, diakhiri sebuah senyum,
 senyuman penuh damai dan kebahagiaan
 mengiringi melayangnya nyawa,
 mengakhiri senda beserta
ratapan demi ratapan .
*******
Karawaci, 281020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H