Entah sang pembunuh mengidap trauma waktu kecil, KDRT, pelecehan seksual, dan semacamnya.Â
Bagi saya, terkadang yang namanya pembunuh itu ya, mereka memang pembunuh saja.Â
Tentu saja kita tidak boleh melupakan fakta bahwa memang ada dari beberapa penghuni apartemen di film ini yang memang asli apatis serta beberapa oknum polisi yang justru tidak kompeten menjalankan tugas.
Mungkin memang berguna sebagai penambah bumbu-bumbu cerita semata, tetapi faktanya, situasi yang sama kiranya juga sering terjadi di sekitar kita.Â
The Witness secara jelas memotret keresahan sosial tersebut dengan cara yang elegan, relevan, dan bermutu.Â
Seolah mengingatkan kita betapa besarnya jurang antara kepedulian dan pengabaian dari seseorang terhadap kondisi di sekitarnya walaupun hanya beberapa menit, atau bahkan sekedar beberapa detik.
Overall
Kendati demikian saya akui bahwa The Witness tetap memiliki kekurangannya sendiri.
Walaupun sebenarnya film ini dibangun secara konsisten mendebarkan hingga babak ketiga, saya pribadi cukup menyayangkan momen klimaksnya.
Terlihat seperti anti klimaks karena atensi yang telah saya rasakan dari awal turun cukup drastis. Membuat saya mengernyit heran seperti, "Huh? Begitu aja?"
Hal ini pun membuat momen penyelesaian konflik tersebut terasa sedikit hambar. Saya jadi merasa Cho Kyu Jang seolah-olah ingin film ini berakhir cepat begitu saja.
Akan tetapi tetap saja. Percayalah film ini begitu worth it untuk ditonton.Â