Gadis itu menoleh. Gadis itu menoleh. Gadis itu menoleh!
Mata gadis itu melebar dan berkedip-kedip pelan. Tampak kaget sekaligus bingung dengan manusia asing di seberang jendela sana. Lelaki itu berusaha menyungging senyuman, namun rasa gugup membuatnya terlihat kaku. Lelaki itu merasa hawa di sekitarnya mendadak terasa berat dan ia merinding entah kenapa. Hatinya berharap gadis itu meresponnya. Namun gadis itu hanya mematung, seperti manekin cantik dengan tatapan kosong. Lelaki itu merasa pipinya memanas. Â Tatapan itu serasa membakarnya menjadi kepiting rebus.
Beberapa detik kemudian, gadis itu akhirnya mengangguk sambil tersenyum. oh Tuhan, cantik sekali! Serius. benar-benar cantik! Seperti dewi, bunga, bulan... Ah! Lebih. Lebih. Lebih! Lelaki itu sibuk bersorak dalam hati.
Namun gadis itu segera memalingkan muka. Mendadak tangannya lincah mengemasi barang-barang, lalu berdiri. Ia mengangguk padanya sekali lagi. Kemudian pergi. Meninggalkan segelas kopi yang belum habis disesap, meninggalkan si lelaki yang masih tersenyum seperti orang bodoh.
.......................................
Lelaki itu terdiam. Ia larut oleh bingung. Matanya mengerjap-ngerjap sibuk mencerna situasi. Pucat pasi.
Huh? Apa yang terjadi? Apa terlalu mendadak? Apa ia aneh? Tidak sopan? Buruk?Â
Sepersekian detik berikutnya, lelaki itu telah menunduk. Membenamkan wajah di meja, jari-jemarinya kesetanan mengacak-acak rambut seperti orang gila. Ia mendengar ada raungan depresi di sekitarnya, kemudian sadar kalau raungan itu miliknya sendiri. Orang-orang di sekitarnya memandangnya heran, sebagian melihatnya aneh, sisanya kasihan. Lelaki itu sekarang sibuk merutuki keberaniannya sendiri.
Ah sial! Kenapa ia harus menyapanya?
Ah tidak, tidak! Justru kenapa gadis itu malah mengabaikannya?!
[Saning Bakar, Solok, 2 Juni 2021]