Ah, pikiranku kusut.
Muka payah berselimut sungut.
Sementara karya dipendam lalu berlumut.
Sunyi rumah pun terasa ribut.
Ah, menyebalkan.
Amukan hujan terasa memekakkan.
Jerami akal simpang siur akan jawaban.
Berfilsafah memilih tentang yang harus dilakukan.
Ah, sakit sekali.
Rasanya ada ombak menghambat nyali.
Lagak bagai dewa yang ingin membumi.
Namun hati tumpul oleh jalan bergerigi.
Ah, aku bingung.
Butir-butir nasihat hanya menggaung.
Kehendak hidup ingin sukma yang agung.
Namun tangan malah terantai kaki terpasung.
Ah, aku harus bagaimana?
Mata-mata melirik bergibah curiga.
Tak terdengar telinga tapi tusukannya terasa.
Muram sepi disapa hitamnya langit di dermaga.
Di suatu hari yang cerah, aku pelik.
Enggan lidah terangkat untuk mengulik.
Ingin hati sembunyi saja dalam bilik.
Tenggelam dengan tumpukan buku dan musik.
Di suatu hari yang cerah, pikiranku kusut.
Lalu ku menulis manggut-manggut.
Rupanya, ku abai aturan gambarku pun dicabut.
Makin kacau lah hati hendak carut-marut.
Serius. Ada yang hilang namun kulupa. Ada yang mendidih namun ku tak tahu apa. Ingin menangis tapi ku tak tahu caranya.
Tuhan, Aku harus bagaimana?
[Saning bakar, Solok, 1 Juli 2021]