Mohon tunggu...
Nurul Fauziah
Nurul Fauziah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai tulis-menulis

Alumni Ilmu Sejarah FIB UI. Mencintai Literasi dan Musik. Menggemari Film dan Anime. Menulis untuk Bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Si Kawan dan Pangeran Sampingan

21 Juni 2021   14:46 Diperbarui: 21 Juni 2021   16:08 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Si kawan berpikir aku menghina setianya.
Ia bilang, menjadi baik adalah pilihannya.
Percayalah. Aku tak bermaksud melakukannya.
Aku hanya bertanya. Benar-benar bertanya.

Karena, aku memang tidak mengerti.
Ia selalu dipeluk aura warna-warni.
Jalan berbunga di depannya terbentang untuk ditapaki.
Ia punya mentari dan rembulan yang meneduh rohani.

Sedangkan aku?
Tangan dan kakiku seperti dibelenggu.
Mimpi buruk hadir membayangi malam-malamku.
Gairah hanyalah fantasi yang membingungkanku.

Aku terlalu sedih dan kecewa pada Tuhan.
Sekarang, helaan napas pun dipenuhi kebohongan.
Sudah sejak lama roda semesta berjalan membosankan.
Dan jiwaku masih dijebak oleh cermin besar kekosongan.

Aku tak pantas menerimanya.
Secercah cahaya di ujung kegelapan terasa hampa.
Di sudut hatiku, ada yang hilang namun kulupa.
Tak peduli orang-orang berkata, lubang di hatiku terlanjur menganga.

Egoiskah? Entahlah.
Si kawan harus hidup bahagia bukannya gundah.
Berjalan bersamaku hanya membuatnya resah.
Sikapnya pun menenggelamkanku dalam keruh rasa bersalah.

Kemudian, Orang ini datang entah dari mana.
Tiada angin dan hujan, seperti penyihir malapetaka.
Meskipun tampangnya bak pangeran peluluh hati wanita.
Senyum pongahnya tidak bisa dipercaya.

Di atas lantai tertinggi gedung, mata saling menilai.
Menebak-nebak. Enggan lidah tuk memulai.
Sebelah alisnya melengkung gemulai.
Seringainya bodoh. Tangannya terangkat dan melambai.

"Dengar! Kau adalah si tokoh utama!"

Burung-burung berkicau, seolah tertawa.
Telingaku berdengung oleh nyamuk tak kasat mata.
Tuhan. Aku tahu aku gila.
Tapi, bukankah ia lebih gila?


[Saning bakar, Solok, 20 Juni 2021]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun