Mohon tunggu...
Nurul Fauziah
Nurul Fauziah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai tulis-menulis

Alumni Ilmu Sejarah FIB UI. Mencintai Literasi dan Musik. Menggemari Film dan Anime. Menulis untuk Bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Elang

15 Juni 2021   14:25 Diperbarui: 15 Juni 2021   14:41 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengar, aku punya cerita.
Ini tentang si elang pengembara.
Tajam paruh bulu lebatnya gagah perkasa.
Penguasa langit tiada tandingnya.

Kilau mata dan cakarnya mengundang horor.
Tukikannya bagai peluru mengejar meteor.
Ia juga senang berperan layaknya aktor.
Senyumnya elok, namun suka menebar teror.

Keren, bukan?
Auranya bagai bias mentari di pagi hari nan elegan.
Penampilannya menjadi simbol kekuasaan.
Entah tuk keadilan... Atau ketamakan.

Namun, apa kau tahu?

Si elang rupanya punya hidup yang rapuh.
Ketika umurnya dimakan sepuh.
Panjang paruhnya kan menyakitkan tuk melenguh.
Seolah berkhianat, bengkok paruhnya sebabkan ia terbunuh.

Saat itu, ia mendongak dengan mata emasnya.
Napasnya menderu memandang langit biru di atasnya.
Pencipta menggaris tegas ujung takdirnya.
Tak tertawar. Bukan hanya manusia yang berat bebannya.

Hidup atau mati?

Jika menyerah, ia akan mati.
Paruhnya memanjang merobek diri sendiri.
Sombongnya tak berguna lagi.
Karma alam datang. Ia merugi.

Namun, jiwa si elang membara.
Ada harga tak tertawar yang harus dibayarnya.
Ia tahu. Hidup bagai jual beli derita.
Jadi, paruh gagahnya... Ia harus mematahkannya.

Caranya? Siang malam ia harus mematuk.
Bebatuan mesti keras diketuk.
Si elang kan bercuit pedih sambil merutuk-rutuk.
Hingga patah, Tuhan akan selalu dikutuk.

Lantas, Angin bertiup membawa berita.
Si elang pengembara kembali menyalak ganas mencari mangsa.
Kembali muda tertebus neraka dunia.
Cerdik akalnya tahu. Nilai sebanding dengan lukanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun