Sepertinya, aku keliru.
Kau diam membisu.
Wajahmu pucat dirundung pilu.
Sedang waktu menolak untuk berlalu.
Ya... Aku keliru.
Yang kutahu, wajahmu berseri di kala hujan.
Cantik elok bak purnama tak tersaput awan.
Rupanya, hatimu sesak menanggung beban.
Di balik pintu, tanganmu mengatup menahan segukan.
Maaf, Aku keliru.
Kita bertemu di hari Minggu.
Tawamu riang seolah tak ada yang menganggu.
Aku tahu tetapi diam menunggu.
"Jangan menambah kekalutanmu," begitu pikirku.
Namun, takdir Tuhan siapa yang tahu.
Kabar itu datang bagai lontaran peluru.
Sesaat, napasku terhenti dan dunia terasa membeku.
Di sisiku... Tubuhmu bergetar, tersungkur, tergugu.
Maaf. Harusnya aku bertanya dan menghiburmu.
Di balik pintu, suara tangis mengoyak hati.
Meluapkan sesak, melupakan tawa di pagi hari.
Ku kira, aku benar dan mengerti.
Rupanya tidak sama sekali.
Maaf, aku keliru.
Basah matamu menyesak dadaku.
Memberatkan bahuku, seolah diriku tak berdaya di duniamu.
Hei, tolong katakan padaku...
Apa yang bisa kulakukan untukmu?
[Ditulis di Depok, pada 24 Januari 2021]