Sebuah sajak ditulis dalam keheningan.
Untaian kata hidup dari luka atas harapan.
Walau hati ingin melupakan, sesal rasa menyesakkan.
Pada akhirnya, rajutan kisah enggan untuk dibiarkan. Â
Untuk diri yang aneh tidak dimabuk rindu.
Angin memberi kabar sendu.
Sia-sia sudah puisi cintamu, ia sempurna pergi meninggalkanmu.
Lalu dirimu ... Hei, kenapa tertawa begitu?Â
Ku katakan terima kasih.
Kami memang dua orang yang tidak akan pernah memadu kasih.
Malam sebenarnya memberi izin untuk bersedih.
Ku tertawa. Aneh. Hati memang terluka, tetapi tidak perih.Â
Mungkin saja, sejak awal ia sudah dilepaskan.
Sebagian kecil dari rasa memang masih tersimpan.
Sajak cinta ditulis bukan untuk ia yang pergi meninggalkan.
Tetapi untuk hati yang telah kosong, sebagian dari kisahnya memang perlu dilalui untuk dilupakan.
Teruntuk hati di seberang sana.
Terima kasih karena telah memberi cerita.
Walau sebentar singgah melukis indah dunia.
Sekarang, kita di jalan yang berbeda.
Berbahagialah, hati.
[Ditulis di SaningBakar, Solok, pada 22 Agustus 2020] Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI