Mohon tunggu...
Alfian
Alfian Mohon Tunggu... Insinyur - Setengah Insinyur

Nulis suka - suka, suka-suka yang nulis. Kadang baca dan kadang nulis. Iseng baca, iseng nulis, suka iseng-iseng. Dulunya peneliti, sekarang cukup jadi penikmat kopi, pemerhati transportasi, dan perkara literasi

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Nulis atau Ngomong?

4 Januari 2024   11:08 Diperbarui: 4 Januari 2024   11:23 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Image by wavebreakmedia_micro on Freepik

Mungkin sudah 3 bulan terakhir lebih suka mendengar siniar dari platform audio karya anak bangsa, Noice. Bukan tanpa alasan, karena ketika mengakses Youtube pun praktis untuk kanal-kanal siniar, saya hanya butuh suaranya, layaknya sedang mendengar radio. Hal menarik dari Noice ini adalah menyediakan media bagi penggunanya untuk membuat kanal audio sendiri, sehingga memungkinkan setiap pengguna untuk mengekspresikan dirinya melalui unggahan berupa audio (termasuk siniar) dengan fitur Noicemaker. Berawal dari hal itu terpikir untuk membuat kanal sendiri berbekal inspirasi dari siniar Hiduplah Indonesia Maya (@siniarhim) milik Pandji Pragiwaksono yang berisi monolog membahas berbagai hal viral di dunia maya, karena biasanya siniar atau podcast berwujud obrolan yang melibat setidaknya 2 orang sebagai host dan tamu. 

Sekilas sepertinya terlihat mudah dengan bermodalkan microphone lumayan (minimal punya fitur noise cancelling), ruang yang tenang, ide untuk bicara, kemudian keterampilan untuk ngomong. Tiga modal awal relatif mudah untuk diusahakan, namun yang terakhir? tidak semudah itu ferguso. Saya sempat mencobanya dan ternyata susah untuk berbicara (bahkan sendirian) tanpa banyak 'a' dan 'e', serta konsisten untuk berbicara dengan sedikit jeda. Padahal sudah bermodalkan poin poin pembahasan seperti sedang menyiapkan presentasi untuk mengajar. Tentu bukan bermaksud untuk membandingkan diri dengan Bang Pandji yang memang pakar di bidangnya sebagai seorang komika dan public speaker. Saya hanya mencoba melakukan apa yang sepertinya terlihat seru dan mudah dalam pandangan awam saya. Situasi yang kurang lebih sama ketika kita melihat pemain sepakbola bermain di lapangan dan kita sebagai penonton awam dengan mudahnya mengatakan harusnya begini harusnya begitu.

Bagi saya, ini termasuk aneh karena sebagai pengajar, seharusnya membahas suatu materi bukan hal yang sulit, terlebih ini materi bebas yang bisa dibahasakan secara informal dan santai seperti sedang ngobrol. Namun faktanya demikian, beberapa kali mencoba untuk membuat satu saja episode siniar dengan meminimalkan proses editing karena 'a' dan 'e' (masalah yang jarang terjadi ketika mengajar). Dan lebih menggelikan adalah dalam monolog,  berbicara tanpa ada lawan bicara, sedangkan ketika mengajar harus berhadapan dengan minimal 30 orang.  Dari kejadian ini ada 2 hal yang menjadi evaluasi bagi diri sendiri, pertama adalah 'ngomong' dengan benar sesuai pola itu susah, butuh latihan serius, dan ini jelas berbeda dengan mengajar. Kedua adalah poin pertama itu menegaskan untuk sementara ini konsisten dulu berada di jalur tulis-menulis sebagai media ngonten. 

Public speaking beda dengan mengajar

Kesimpulan itu yang pertama kali terlintas yaitu pulbic speaking berbeda dengan mengajar, tapi dalam kegiatan mengajar membutuhkan kemampuan public speaking yang harus terus dilatih. Ketika menikmati siniar - siniar itu, mendengar host terus berbicara dengan sedikit jeda nampak begitu mudah dan mengalir dengan lancar seseuai plot yang umum digunakan ketika menulis ilmiah yaitu dimulai dari latar belakang, isi/pembahasan, dan kesimpulan. Saya lupa jika beliau-beliau itu sudah sekian tahun atau bahkan berpuluh tahun dalam bidang itu. Beberapa host siniar yang saya rutin dengar seperti Pandji, Steny Agustav, Deddy Corbuzier, dan Derryansha memiliki latar belakang yang kurang lebih sama yaitu seorang public speaker.Tiga diantaranya kecuali Deddy Corbuzier, telah lama berprofesi sebagai penyiar radio, profesi yang menurut Bang Derry menuntut untuk menjaga agar tidak ada jeda bicara sedikit pun di setiap detik siaran (kebayang kan betapa lelahnya?). Sedangkan Bang Deddy sudah malang melintang sebagai mentalist yang menuntut kemampuan untuk mempengaruhi orang lain ketika sedang melakukan pertunjukan. Ada ilmu tersendiri yang harus dipelajari untuk mencapai level itu.

Sebenarnya sebagai pengajar, kemampuan berbicara di depan banyak orang sudah seharusnya dimiliki. Namun berbicara yang seperti apa, itu yang perlu dipelajari lebih lanjut. Ketika mengajar, maka targetnya adalah bagaimana agar materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta pembelajaran. Dalam usaha memberikan pemahaman tersebut, membutuhkan teknik-teknik yang ada dalam dunia public speaking (saya tidak paham apa istilahnya) seperti mengatur tempo, intonasi, tatapan mata, penekanan pada bagian-bagian tertentu, dan lain -lain. Mengapa? karena dengan teknik - teknik itu membantu untuk menjaga perhatian peserta untuk tetap tertuju pada pengajar.  Pernah suatu ketika dievaluasi oleh salah seorang peserta di kelas, dan beliau mengatakan "suaranya semakin lama semakin datar mas, lama-lama ngantuk". Setelah saya ingat-ingat kembali, memang benar adanya, dan itu berarti belum bisa menjaga konsistensi ketika perform. Sepertinya menarik untuk mempelajari lebih lanjut (sementara ini secara otodidak via Youtube) sembari dipraktekkan ketika ada kesempatan.

Tetap menulis

Setelah menyadari kenyataan membuat monolog itu sulit (bagi saya), semakin yakin bahwa memang yang sudah menjadi kebiasaan itu lebih mudah dilakukan ,dan belajar hal baru itu butuh fokus tersendiri dan alokasi waktu khusus. Belajar hal baru apapun itu tidak akan maksimal dan bahkan dapat mengganggu jika hanya menjadi sambilan. Sepertinya kedepan akan lebih sering menuangkan uneg -uneg dalam tulisan daripada omongan, seperti biasanya melalui platform yang ada. Kompasiana ini hanya salah satunya,masih ada yang lain seperti blogspot atau medium.  Jadi ingat suatu postingan di instagram yang kurang lebih menyatakan seorang pemikir itu terlihat diam, tapi di kepalanya penuh dengan narasi yang bisa membuat sakit kepala jika tidak disalurkan. Kegiatan menulis menjadi penyaluran emosi atau pengalihan keruwetan pikiran yang cukup ampuh (selain menyeduh kopi) dimana hanya membutuhkan smartphone atau laptop dan kesunyian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun