Bali - Bila mengingat tahun 2020 yang terbesit dalam pikiran adalah adanya Pandemi Covid-19 yang memberikan dampak penurunan yang drastis bagi sektor pariwisata khususnya Bali. Penduduk asli Bali yang menggantungkan mata pencahariannya pada wisatawan tentu merasa sangat 'terjepit' dengan kondisi ini. Ada di antara kebutuhan harian yang harus dipenuhi agar dapur terus mengebul namun pendapatan tak sebanding dengan kebutuhan yang harus dikeluarkan menjadi terasa pilu.
Namun saat ini telah berlalu, seiring berjalannya waktu perekonomian Bali pun kembali menguat. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara dan nasional yang dibuktikan secara data oleh Badan Statistik Data pariwisata Bali melonjak hingga 114,615%. Oleh karena itu, 3 tahun belakangan mulai banyak investor yang mulai melirik Bali sebagai tempat untuk melebarkan sayap bisnisnya.
Kunjungi #KaryaLOkal Surya Bintang Adventures Bali - suryabintangadventures.com
Tercatat pertumbuhan ekonomi di Bali pasca pandemi pada tahun 2023 naik hingga 5,71% secara tahunan melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 5,05% di tahun yang sama. Angka ini menjadi sebuah kabar gembira untuk para pebisnis di Bali khususnya di sektor pariwisata. Pertumbuhan ekonomi ini diharapkan berjalan seiring dengan penerapannya regulasi untuk kestabilan harga pasar dan mencegah terjadinya praktik monopoli pasar oleh salah satu pihak.
Kerjasama Bisa - Bisa Berujung 'Bencana'
Bali kini semakin padat dan terus menerus mendapatkan perhatian dari pada pebisnis yang ternyata tidak hanya berasal dari Indonesia saja, pebisnis dari mancanegara pun terus berdatangan untuk berlomba mencari peluang bisnis di Bali. Tidak sedikit dari para pebisnis ini mulai menjalin kerjasama dengan pebisnis lokal dan makin ke sini mulai sering ditemukan kecurangan dalam kerjasama bisnis tersebut.
Praktik kecurangan ini mulai dari permainan harga hingga menyebabkan monopoli pasar yang tidak sehat kini marak terjadi. Ironisnya hal ini dilakukan oleh platform pemesanan tiket perjalanan yang cukup digandrungi oleh para pelancong baik lokal maupun mancanegara yang menyebabkan kerugian materil bagi pengusaha lokal di Bali. Bila dicermati kembali secara fungsi, platform pemesanan wisata ini seharusnya bertindak cukup sebagai 'wadah' yang menghubungkan antara penyedia jasa ke end user bukan bekerjasama melalui agen perjalanan. Perlu diingat, semakin banyaknya lapisan yang ada dari platform tersebut hingga sampai ke penyedia maka semakin tipis margin keuntungan bagi para penyedia jasa wisata, hal ini yang menyebabkan matinya pebisnis lokal.
Praktik monopoli yang dilakukan oleh platform pemesanan tiket wisata ini biasanya menggunakan modus awal berupa memberikan harga termurah untuk mengejar quantity dan mengambil konsumen potensial dari pesaing, menggunakan aset elektronik berupa foto hasil dokumentasi milik orang lain tanpa izin. Dalam hal ini, sudah masuk pada pelanggaran Kerahasiaan Data - Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ini menjadi hal yang harus ditanggapi dengan sangat serius sebelum menjadi bencana besar yang akan menyebabkan semakin banyak bisnis lokal yang merugi bahkan yang terburuk, bisnis tersebut bisa 'mati'
Saat berada di situasi seperti ini, pemerintah dan stakeholder terkait perlu membuat strategi penerapan regulasi larangan monopoli pasar dengan tegas dan bijak, karena jika tidak bisa-bisa membuat para investor kabur karena penerapan regulasi yang kurang tepat dan dianggap disruptif. #saveKaryaLOKal #KaryaLOKal #tolakOTAasing #monopoliOTA #wisatalokalbersuara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H