Pak ketipak ketipung
Suara gendang bertalu – talu
Serentak hati bingung
Dalam hati siapa yang tau
Lagu lawas melayu itu membahana di salah satu gerbong KRL Commuter Line Bogor-Jakarta yang sedang menunggu jadwal keberangkatan dari Stasiun Bogor. Satu-dua orang penumpang lalu-lalang mencari tempat duduk melewati beberapa pengamen yang asik dengan alat musiknya sendiri. Dilihat dari alat musik yang mereka bawa, terlihat jelas bahwa mereka bukan pengamen sembarangan. Jarang-jarang pengamen di Jabodetabek yang peralatannya lengkap, mulai dari akordion, bass betot, gitar dan biola. Mereka adalah orkestra.
Kolam di dusun dek airnya penuh
Hujan lah rintik belum berlalu
Senjata racun dek tiada membunuh
Cinta yang murni dibawa mati
Mereka tidak sekedar main musik dan minta uang, lebih dari itu mereka punya skill. Skill mereka juga tidak main-main karena permainan lagu mereka sangat rapi, enak didengar dan enak dilihat. Alat musik mereka juga terawat, bukan tipikal pengamen yang asal tempel stiker di gitar. Lagu yang mereka pilih juga bukan lagu sembarangan. Kadang mereka memainkan lagu melayu seperti ini, kadang memainkan lagu barat era 80-an, kadang juga mereka memainkan lagu berkualitas dari dalam negeri sendiri. Masalah repertoar lagu, mereka jagonya.
Janganlah suka dek makan ketimun
Ketimun itu banyak getahnya
Janganlah suka dek duduk melamun
Melamun itu banyak susahnya
Penampilan mereka rapi, tidak acak-acakan seperti stereotip pengamen pada masyarakat dewasa ini yang (digambarkan) rambutnya gondrong, jarang mandi, bajunya lusuh dll. Dengan penampilan mereka yang rapi, mereka terlihat sebagai orang-orang terdidik. Mereka mengamen di kereta tidak hanya untuk uang, tapi karena mereka juga punya passion terhadap music yang mereka bawa. Sopan santun mereka juga patut diacungi jempol. Hanya sedikit sekali penumpang yang terganggu dengan kehadiran mereka, paling-paling hanya karena lagu yang mereka bawakan tidak satu selera dengan beberapa penumpang.
Inilah potret anak muda yang mengamen bukan karena uang, tapi lebih dari itu, karena mereka punya rasa seni dan sopan santun yang tinggi.
Pak ketipak ketipung, pak ketipak ketipung
Pak ketipak ketipung, ketipak ketipung, ketipak ketipung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H