Perairan Indonesia yang terdiri dari beberapa ekosistem, seperti sungai, danau, waduk dan genangan air lainnya, membutuhkan perhatian khusus dalam pengelolaannya termasuk dari sisi perikanan. Pengelolaan perikanan ditinjau dari sisi ekosistem (selain sisi sosial, budaya, dan lain-lain), adalah berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Perairan Darat atau yang disingkat WPPNRI PD ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 9 tahun 2020.Â
WPP ini meliputi seluruh Indonesia, yang kemudian dibagi menjadi 14 WPP. Papua sendiri terbagi menjadi 3 WPP, yaitu WPP 411, 412, dan 413. WPP 411 merupakan kewenangan Provinsi Papua, sebagian Papua Tengah, dan Papua pegunungan. WPP 412 merupakan kewenangan sebagian Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, sebagian Papua Pegunungan, dan Maluku. WPP 413 merupakan kewenangan sebagian dari Papua Tengah, Papua Barat, Maluku Utara, sebagian dari provinsi Maluku dan Papua Barat Daya.
Tantangan dalam mendeskripsikan Papua ke dalam masing-masing WPP tersebut adalah banyak keragaman ekosistem yang dimiliki, dengan keunikan dan kepopulerannya, namun relatif sedikit kajian-kajian ilmiah yang dibutuhkan sebagai acuan. Memang jika dilihat dari sisi perikanan, laut memberikan kontribusi besar dalam hal produksi ikan dibandingkan dengan perairan darat.Â
Namun kita sebaiknya tidak naif memandang alam hanya dari sisi produktif dan tidaknya, sebaliknya, pemahaman dari sisi keseimbangan ekologi dari sumberdaya alam yang dimiliki perlu dikedepankan. Perairan darat juga dipandang penting sebagai sumber ketahanan pangan terutama di wilayah tengah, seperti Papua Pegunungan dan Papua Tengah.Â
Dengan ditetapkannya WPP tersebut, banyak kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan untuk mengisi dokumen-dokumen perencanaan sebagai langkah turunan dari WPP tersebut. Setidaknya dari 1116 DAS (daerah aliran sungai) yang mengalir di Papua, kajian terkait perairan darat diestimasi baru 10%-nya saja. Apa kepentingan kita dalam hal ini?, pertanyaan ini mestinya kita telaah lagi sembari melihat mengapa funding-funding dari 'luar' berdatangan ke wilayah ini.
Dari sisi perairan darat, Papua memiliki keanekaragaman biota akuatik, kita sebut saja ikan pelangi Melanotaenia spp., belum lagi potensi kopi, emas, hingga keindahan geomorfo Papua. Dari sisi ikan hias, interest dunia terlihat bergeser dari kejenuhan terhadap spesies yang ada, walaupun trend peminatannya tidak menurun, seperti terhadap ikan arwana, spesies ikan hias di Papua terus-menerus memberikan informasi baru seiring dengan intensnya eksplorasi di tanah ini.Â
Sebut saja penemuan spesies baru Melanotaenia fasinensis di kawasan kepala burung Papua melalui ekspedisi ilmiah tahun 2007, yang menambah daftar keanekaragaman jenis ikan Pelangi di Kawasan ini . Penemuan ikan Pelangi Salawati Melanotaenia salawati di sungai Doktor -- Kota Sorong juga terjadi tidak lama setelah penemuan sebelumnya di tahun 2007 (Warta Riset Akademi Perikanan Sorong, 2011) . Terdapat sekurangnya 37 spesies ikan Pelangi di daratan Papua yang berasal dari 4 famili (Pseumomuglidae, Melanotaeniidae, Atherinidae, dan Orziatidae), dari 65 spesies di kawasan daratan besar New Guinea dan Australia (Sudarto, Kadarusman, & Pouyaud, L. 2007).
Perikanan darat Papua memang harus berbenah, bisa dengan mengoptimalkan perguruan tinggi yang ada, optimasi pendanaan yang sudah direncanakan dengan melebarkan lokus kajian, tidak melulu di lokasi yang sudah dilakukan, contoh Danau Sentani, atau ekosistem di sekitar 'kepala burung'. Tentu saja, geomorfologi, medan dan kondisi sosial budaya akan lebih mudah dikaji oleh putra-putra daerah yang lebih mengenal tanah kelahirannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H