Dear Ummi di Kampung.
Assalamualaikum.
Bagaimana kabarmu sekarang, Ummi? Semoga rahman dan rohim-Nya selalu mencurah deras pada mu, seperti deras doa-doa yang kerap Ummi panjatkan untuk nanda di tiap ending tahajudmu.
Ummi, hari ini, tanggal 22 Desember ini, katanya adalah hari Ibu, hari dimana semua orang yang pernah menjadi anak dari seorang Ibu, mencurahkan seluruh kasih sayang dengan bentuk yang beragam, dari ucapan “Selamat Hari Ibu”, memberikan hadiah Cokelat atau Bunga, dan berbagai bentuk lainnya yang jujur nanda masih awami.
Maka seakan-akan hari ini adalah hari teristimewa bagi semua Ibu, yang diperlakukan dengan cara berbeda, berbeda dari hari-hari sebelumnya. Singkatnya, diperlakukan spesial dan istimewa untuk hari ini. bahkan sebuah tayangan di Televisi yang kemaren nanda tonton, memperagakan seorang bapak berikut anak-anak dan kakeknya yang memilih menggantikan Ibu-ibunya menanak di dapur dengan memakai baju wanita, sementara Ibu-ibunya berada di ruang tamu sembari makan camilan dan ngobrol ini itu.
Hehe, aneh-aneh saja ya Mi pola tingkah dan sikap orang-orang jaman sekarang! masa iya hanya gara-gara Hari Ibu, sampai bela-belain berlagak sama persis dengan wanita. Meski itu hanyalah tayangan lelucon di Televisi, namun jujur ada sesuatu yang menurut nanda janggal.
Sebagai orang kampung yang udik, sungguh nanda merasa malu untuk berkata “Mi, selamat Hari Ibu!” secara langsung, maupun mengirimi mu ucapan melalui layanan pesan singkat, apalagi sampai facebook-an pun twitter-an, sebab nanda tau betapa susahnya bagi Ummi untuk mengoperasikan tehnologi, yang Ummi tau hanya keluar masuk rumah dan dapur, memasakkan makanan kesukaan nanda dan sholat seraya berdoa untuk kesehatan dan masa depan nanda.
Lebih dari itu, nanda malu untuk mengucapkannya di tangga ke 22 bulan Desember ini Ummi. tau kenapa? sebab cinta kasih sayang yang engkau curahkan ke nanda sejak masih dalam kandungan tak layak jika dibalas dengan kasih sayang nanda yang hanya sepanjang mata memandang, sebab pemberianmu sejak nanda masih kecil hingga kini tinggi nanda melebihi mu tak mampu dibalas hanya dengan Kado Cokelat, dan Sebab do’a-do’a yang kerap engkau lafalkan di tengah kantuk dan letihmu yang menggunung itu tak setimpal sama sekali jika dibalas hanya dengan ucapan “Selamat Hari Ibu, Ummi!”. Sungguh tak pantas sama sekali, Ummi.
Bagi nanda, jika hari Ibu memang ada, patutnya ia dirayakan setiap hari, setiap jam bahkan setiap menit dan detik dalam hidup kami Ummi, kami anak-anak mu, sebab nanda tau cinta kasih dan sayangmu tak sependek hari ini, tanggal 22 ini, dan tak hanya berdurasi 24 Jam.
Saat kami masih dalam kandungan, engkau tak mengeluh ketika kami menendang, begitupun ketika kami hampir lahir, ketika hidupmu hanya bergantung pada sehelai tali yang tak kalah rapuh dari tali rafia yang menua, engkau tak memaki nanda, bahkan hingga kini sekalipun, ketika nanda tak lagi ingat akan perjuangan mu memperjuangkan nanda hingga seperti sekarang, engkau masih saja tak pernah lelah mendoakan nanda. Sementara nanda, tak lagi tau bahwa keriput yang mengerumuni kulitmu kini, adalah pertanda bahwa umurmu sudah kian menyenja.
Nanda tak tau, apakah Ummi bisa membaca tulisan ini, tulisan cinta nanda yang tak bisa nanda ekspresikan saat berada di hadapan engkau ini, sebab seperti yang telah nanda katakan, Ummi tak pernah tau apa itu facebook, apa itu twitter, namun yang pasti melalui surat yang nanda tulis di laman ini, hamba ingin berucap bahwa, “nanda mencintai Ummi setiap hari, setiap detik nanda bernapas. Sungguh!”
Wassalamualaikum.
Ttd : Nanda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H