Mohon tunggu...
Savitry Khairunnisa
Savitry Khairunnisa Mohon Tunggu... -

Saya seorang wanita, isteri dan ibu. Juga orang Indonesia yang telah merantau di berbagai belahan bumi Allah sejak tahun 2001, dan akan terus berkelana menuruti ketentuan Yang Maha Berkuasa. Saat ini saya bermukim di Norway. Semua keindahan yang melingkupi alam manusia: saya lihat, saya pikir, maka saya tuliskan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tuhanmu, Tuhan Mereka dan Tuhanku

6 Juli 2011   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:53 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cerita Kak Ratna selanjutnya membuatku merasa iba sekaligus tak habis pikir. Keputusannya untuk menjadi seorang atheis didasarkan pada keputusasaannya pada para mantan suaminya, pada perilaku muslim di keluarganya (yang katanya suka bertengkar dan merasa diri paling benar), dan juga pada Tuhannya.

"Tapi setiap manusia 'kan perlu panduan hidup, perlu agama, perlu Tuhan?" tanyaku.

"Ternyata tidak, Icha. Aku tak punya agama. Aku merasa happy dengan kehidupanku sekarang. Aku tetap tak makan babi, minum [alkohol] kadang - kadang, kalau diundang natal atau lebaran aku datang, pacarku (yang usianya 20 tahun lebih muda daripada dia) baik. Aku tak tau apa yang akan terjadi dengan hubungan ini. Semua laki - laki sama saja. Yang penting buatku adalah bekerja keras untuk menghidupi ketiga anakku yang perlu makan dan sekolah". Jawaban itu lancar keluar dari mulut Kak Ratna, tapi disampaikan tanpa beban atau amarah.

Topik pembicaraan kemudian beralih ke hal lain yang lebih ringan dan tak membuat rikuh.

Dua jam kemudian kami berpisah dan berjanji untuk tetap berkomunikasi dan bertemu lagi nanti kalau ada waktu luang.

Setelah pertemuan itu hingga saat ini, Kak Ratna sering melintas di pikiranku. Aku tak habis pikir, kenapa seseorang yang terlahir muslim bisa menjalani hidup hanya berpegang pada prinsip ciptaannyasendiri? Memang semua manusia punya masalah, meskipun kadar dan bentuknya berbeda - beda. Tapi itulah hidup, bukan? Kualitas manusia dinilai dari caranya mengatasi permasalahan, ujian dan cobaan dalam hidupnya. Dan siapa pemberi semua masalah, ujian dan cobaan itu? Tak lain adalah Tuhan Sang Maha Pencipta; apakah itu Tuhanmu, Tuhan mereka atau Tuhanku. Tuhan itu cuma satu, sesuai keyakinan yang aku pegang dari kecil sampai mati. Dan adalah tugas manusia untuk menemukan jalan menuju Tuhannya. Tak pernah terpikir olehku, bagaimana kehidupan ini tanpa Dia Yang Maha Berkuasa. Sedangkan aku bisa terlahir, menjadi muslim dan hidup hingga saat ini adalah karena kuasa dan kasih sayang-Nya.

Kalau boleh kuumpamakan, kehidupan tanpa Tuhan adalah bagaikan seorang yang berlayar di samudera luas. Dari kejauhan sudah tampak olehnya cahaya mercu suar yang akan menuntunnya ke jalur yang aman. Namun karena ombak yang begitu besar dan berbagai cobaan yang dihadapi ketika kapalnya bocor, atau tiang kapalnya patah, sang pelayar memutuskan untuk tidak mengindahkan cahaya mercu suar itu. Seperti yang sudah bisa diduga, sang pelayar akhirnya menabrak karang, lalu karam ke dasar laut bersama kapalnya. Tragis...

Aku tak bermaksud merasa sebagai yang paling benar. Justru aku merasa iba pada Kak Ratna dan anak - anaknya yang sudah beranjak remaja. Dan aku bukanlah siapa - siapa yang bisa menghakimi mereka dan jalan hidup yang mereka ambil.

Mungkin ada di antara anda yang kemudian berkata, "Hari gini, jangankan di Eropa yang superliberal, di Indonesia yang 98% muslim saja semakin banyak orang menjadi atheis [secara nyata atau diam - diam]". Mungkin benar. Mungkin memang aku yang terlalu sempit memandang perubahan dunia dan manusianya. Lalu bagaimana kita menyikapinya? Diam saja karena itu bukan urusan kita? Atau mengutuk diam - diam? Atau berusaha mengubah semampu kita?

Aku jadi teringat tokoh Hasan dalam novel Atheis karya alm. Achdiat Kartamihardja. Hasan yang terlahir sebagai muslim taat, mengalami ujian hidup, cintanya yang tak sampai pada Kartini wanita pujaannya, dan pergolakan batin yang luar biasa di jaman penjajahan Jepang, kemudian kehilangan pegangan hidup. Jadilah ia seorang atheis. Untunglah di akhir hayatnya yang tragis karena tertembak, ia masih sanggup melafalkan "Allaahu Akbar". Apakah berarti Hasan kembali menjadi muslim, dan dosa - dosanya selama ia menjadi atheis diampuni? Tak ada yang tau. Karena kehidupan setelah mati adalah rahasia Tuhan.

Sampai saat ini aku belum ada komunikasi lagi dengan Kak Ratna. Tapi aku punya "rencana kecil". Kalau nanti kami bertemu lagi, aku akan mencoba membuka kembali pikiran dan mata hatinya, menyadarkannya bahwa meskipun dia sudah putus asa pada Tuhan, tapi Tuhan tak pernah putus asa padanya. Sekedar mencoba, daripada berdiam diri atau malah hanyut ke dalam hal yang tidak bermanfaat. Memang belum tentu berhasil. Mungkin dia akan marah atau menganggapku sebagai "muslim konservatif". Tak apa. Tak ada salahnya mencoba untuk kebaikan, asal dilakukan dengan cara yang baik pula. Semoga Allah membantu menguatkan lahir dan bathinku...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun