Suatu waktu muncul di laman facebook sebuah foto cangkir yang tertulis seperti ini, "mau males-malesan tapi males". Â Aku ketawa terbahak membaca tulisan ini. Â Malasnya bukan kwadrat lagi tapi sudah triple. 3 kali lipat. Hahahahaha.
Walaupun terkesan lucu, tulisan ini mampu mencubit dan membuatku merefleksikan lagi tentang kata malas. Â Malas rupanya sudah menjadi ilmu terapan yang sering kupakai terutama jika ingin berlindung dari suatu kewajiban.
Kata malas dengan asiknya sering menjadi hal kupilih sebagai alasan untuk tidak mengerjakan apa-apa. Â Dengan menggunakan kata malas, which is actually represent the emotional side of mine menjadi trending topic di keseharianku. Malas mandi, malas pergi, malas nulis, malas bangun dan malas-malas lainnya.
Saktinya kata malas ini bisa membuat semuanya menjadi terhenti dan pasif. Â Aku menjadi mati gaya. Â
Sesungguhnya malas ini sangat mematikan (sebab itu aku menggunakan kata Lethal yang memiliki arti mematikan bukan Toxic) karena bisa mengakibatkan :
Mematikan semangat
Mematikan kreativitas
Mematikan kebahagiaan
Mematikan kerajinan
Mematikan ide-ide
Dan lain sebagainya.
Kita menjadi seperti raga tanpa nyawa. Â Hanya bermalas-malasan dan menolak untuk mengerjakan atau memikirkan sesuatu. Â
Di ujung hari apa yang kita hasilkan dari malas? Tidak ada, ZERO/NOL.
Kondisi malas kadang datang dari external dan internal, misalnya :
Rasa kecewa,
Rasa lelah,
Rasa kesal,
Rasa marah, dan lain sebagainya
Jika diperhatikan rasa malas ini semua berasal dari emosi bukan logika.
"Your mind has to be stroger than your feelings.
The feelings made me lay on the bed
The Mind made me get up and do something"