Mohon tunggu...
Savitri Chandra
Savitri Chandra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Author

Wanderlust, Writer, Baker, love nature photography People who living extraordinary in the ordinary world

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pengalaman Bepergian ke Bali di Masa Pandemi

22 Maret 2022   12:52 Diperbarui: 24 Maret 2022   07:24 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi yang belum selesai sampai hari ini tidak menyurutkan langkahku untuk tetap berkunjung ke Pulau Bali.  Banyak orang menganggap aku terlalu nekad karena menempuh perjalanan cukup jauh untuk sekedar berwisata.

Untukku, Bali adalah rumah, tempat yang sangat istimewa.  Tempat untuk melepas lelah, beban di hati, pikiran dan menemukan banyak hal spiritualitas.

Sejak tahun 2000 bahkan seminggu setelah bom Bali, aku dan keluarga selalu datang mengunjungi Bali.  Kondisi Bali saat itu juga sangat terpukul akibat hilangnya para turis yang menjadi nadi perekonomian Bali.  Bahkan ketika itu aku mengajak keluarga untuk menginap di Lovina, kondisinya jauh lebih parah terkena imbasnya.  Hotel yang luas di tepi pantai hanya dihuni oleh 3 keluarga. Para nelayan yang biasa mengangkut para turis untuk melihat lumba-lumba ditengah laut kehilangan pendapatannya.

Aku sangat prihatin dengan kondisi Bali ketika pandemi berlangsung, perekonomian seperti mati suri.  Bisnis pariwisata yang menjadi tulang punggung ekonomi dan mata pencarian utama penduduk Bali seketika hilang, tidak ada turis yang datang karena pembatasan bepergian antar daerah.

Tiga kali aku mengunjungi Bali di masa pandemi dan tiga kali pula merasakan tiga perubahan persyaratan keberangkatan lewat udara dan suasana di Bali.

(Dok. pribadi)
(Dok. pribadi)

1. Desember 2020

Saat itu covid varian Alpha baru saja melandai dan akhir tahun sudah dekat, kebiasaan untuk pergi liburan terhembus kuat.  Mendekati Natal dan Tahun Baru, aku memutuskan untuk berangkat ke Bali dengan menggunakan pesawat dengan pertimbangan aturannya sudah agak longgar.

Setelah membeli tiket, mendadak ada aturan baru yang mewajibkan penumpang pesawat untuk melakukan PCR.  Kami terkejut karena biaya untuk pcr sangat mahal perorangnya.  Namun setelah dipertimbangkan akhirnya kami berangkat juga walaupun dengan banyaknya persyaratan keberangkatan.  Di Bandara Halim, kami harus memverifikasi hasil tes PCR, kemudian tes suhu badan.  Di counter check-in wajib menunjukkan surat PCR yang sudah di stempel. Mengisi E-Hac domestik (saat itu belum ada peduli lindungi).  Dan di pesawat kursi duduknya di berikan sela 1 bangku supaya berjarak.  Masker wajib dipakai dan tidak diperkenankan makan minum selama di pesawat.

Turun pesawat, kami harus antri dan menunjukkan E-HAC kepada petugas.  Setelahnya baru bisa mengambil bagasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun