Hari ini membaca diberita ada perempuan umur 50 tahunan yang berusaha bunuh diri dari lt. 20 wisma atlet karena depresi.
Kemudian status FB temanku di US jg menuliskan kalau tetangganya bunuh diri.
Betapa mengerikan muara dari rasa takut, khawatir, panik, jenuh, terisolasi dan kesedihan.
Rasa jenuh krn terisolasi bisa membuat seseorang menjadi berputus asa. Apalagi melihat kondisi badan dan lingkungan yang tidak mendukung atau bisa juga merasa terputus hubungannya dengan dunia luar membuat seseorang bisa mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup.
Dan semua rasa itu bermula dari pikiran.
Pikiran adalah awal dari semuanya, tempat otak mengolah segala stimulasi. Dan sekaligus tempat paling liar ditubuh ini.
Pikiran bisa memiliki banyak cabang dan terbang kesana sini.
Tanpa kemampuan untuk menghentikan keliaran pikiran bisa membuat rasa cemas panik menggelembung dan diperparah dengan ketidak mampuan untuk mengungkapkan perasaannya sekaligus ketiadaan jaring pengaman berupa support dari sekelilingnya.
Tahun lalu saat badai pandemi menghantam dengan kekuatan penuh diiringi dengan ekonomi yg porak poranda, anak-anak jauh bahkan suamiku sempat terkena covid sungguh sangat mempengaruhiku secara fisik dan mental.
Walaupun terlihat baik-baik saja sebenarnya Gerdku memburuk. Aku bingung juga sudah ke dokter dan minum obat tetap saja tidak menunjukkan tanda-tabda kesembuhan bahkan cenderung memburuk, setiap hari minum obat, buat senewen.
Bahkan aku sempat diare terus menerus selama hampir 2 bulan. Ke dokter sudah bolak balik.
Kemudian di akhir Desember, aku bepergian ke Bali. Disana aku pergi ke daerah Sidemen, satu jam dari Sanur. Desa kecil yang cantik dan hening. Dari balkon kamar tempat aku menginap terhampar pemandangan sawah-sawah indah dan Gn. Agung yang menakjubkan.
Sepanjang hari dari pagi sampai sore yang kulakukan hanya berjalan berkeliling atau duduk memandang Sang Agung. Tanpa sadar saat duduk terdiam, aku masuk dalam keheningan.
Fokus pada pemandangan indah menghijau yang mengeluarkan energi menenangkan, sungguh membahagiakan untukku.
Meditasi yang nyaman.
Dan aku mulai merasakan perbaikan pada kesehatanku. Berangsur-angsur Gerdku tenang dan membaik.
Sepulang dari Bali, aku menyadari bahwa sumber sakit Gerd adalah pikiran yang nyalang dan liar sehingga memicu segala ketakutan dan kekhawatiran.
Sejak itu aku memahami bahwa aku musti menenangkan dan menertibkan pikiranku.
Karena kembali ke Jakarta berarti kembali terjun dalam kolam kegalauan lagi.
Aku mulai melakukan Meditasi pagi, awalnya susah juga. Dengan semangat sembuh aku menjadi lebih disiplin melakukannya setiap pagi dan setiap hari.
Memasukkan visi kebahagiaan dan ikhlas di setiap hembusan nafas.
Hasilnya Gerdku baik-baik saja. Dan aku lebih "terang" dalam memandang kehidupan..
Dalam jenuhpun dengan bantuan meditasi aku jadi mampu mengolah pikiran dan rasa..
Mempertajam visi dan memperhalus rasa..
Kebahagian dari dalam akan memperbaiki sel-sel pada tubuh..
Bernafas dalam seperti surat cinta kepada tubuh dan pikiran..
The mind can go in a thousand directions,
But on this beautiful path,
I walk in peace.
With each step,
A gentle wind blows.
With each step,
A flower blooms.
Thic Nhat Hanh