Mohon tunggu...
Savita Karyatama Apr
Savita Karyatama Apr Mohon Tunggu... Freelancer - Event Enthusiast

Seorang pengembara yang suka bercerita tentang kehidupan, peristiwa, sejarah, dan hal seru lainnya!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pt.1 | Anak Hutan di Kaki Pelangi

1 Maret 2024   11:50 Diperbarui: 13 Maret 2024   09:29 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibunya memegang pundak Mona dan menggoyang-goyangkannya untuk meminta jawaban. Namun Mona hanya terdiam, entah karna luka dikakinya atau pertanyaan ibunya yang seolah membungkamnya.

"Jawab! Awas saja kalau kamu begini lagi ibu tidak akan segan-segan membuang sepedamu. Atau bahkan ibu potong sekalian kakimu supaya tidak bisa naik sepeda lagi!" bentak ibunya

Mona terdiam dan perih di kakinya tidak terasa lagi, sakit itu pindah ke dalam hatinya. Dalam pikirannya saat itu dia merasa bahwa sepedanya akan dibuang atau kakinya akan hilang jika ia jatuh atau mengalami masalah serupa dalam hidupnya. Hal itu membuatnya takut. Dan mulai saat itu dia berhenti membicarakan lukanya. Ketika ia jatuh, tidak sesiapapun tau akan lukanya atau bagaimana proses kejadiannya. Ia akan menyembunyikannya seolah tidak terjadi apa-apa. Dia akan berpura-pura semua baik-baik saja. Ia tidak pernah menceritakan apapun lagi.

Hari-hari berlalu, malam dan siang bergantian menghiasi dunia Mona, namun ia masih sibuk dalam ruang hatinya meratapi tentang kepergiannya nanti ke asrama. Segala sesuatu sudah siap, pakaian telah dikemas, tidak ada yang bisa menghentikan takdirnya untuk pergi ke asrama. Ia mendengar ibunya memanggil, ia tahu bahwa tandanya mereka harus segera berangkat. Mona bergegas keluar kamar dan menemui ibunya.

"Ayo berangkat!" ajak ibunya sembari berjalan keluar rumah

Mona tidak beranjak dan terdiam sejenak

"AYO! MONA!" sekali lagi ibunya memanggil namun dengan nada yang lebih tinggi

"Ibu aku tidak mau pergi kesana" ucap Mona lirih sambal berjalan perlahan menghampiri ibunya yang sudah di depan pintu

"Gak bisa. Kamu harus pergi kesana. Gak usah manja!" kali ini ibunya membentak dan Mona langsung terdiam menahan tangis

Mona, ibu, dan ayah segera pergi untuk mengantarkan Mona. Kampung Mona terletak cukup jauh dari asrama yang dituju, untuk kesana perlu melewati jalan yang penuh dengan pepohonan tinggi nan rindang. Jalannya pun tidak mulus beraspal, terjal karena berasal dari tanah liat dan ditimbun batu koral. Sesampainya di asrama, Mona melihat banyak teman-teman yang seumuran dengannya. Mona merasa cukup senang karena akan mendapatkan teman baru. Itu membangkitkan semangatnya dan dengan sigap turun dari mobil untuk membawa barang-barangnya masuk ke asrama.

Kemudian ibu dan ayah Mona berpamitan pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun