Pemprov DKI Jakarta baru saja mengumumkan agenda revolusioner dalam penataan jalan di Ibu Kota. Ruas Sudirman dan Thamrin yang juga urat nadi lalu lintas di Jakarta bakal diremajakan. Pesepeda motor yang sempat dilarang melintas di jalan protokol ini, akan diberi ruang. Dan yang betul-betul baru dan juga menarik dari program ini, Pemprov akan memperlebar trotoar yang diikuti diversifikasi fungsi dan tema.
Terobosan pelebaran trotoar sangat memanjakan pejalan kaki. Kelompok pengguna jalan yang kerap tersisihkan. Bahkan terintimidasi oleh arus gelombang kendaraan. Tak jarang, trotoar yang mestinya untuk pejalan kaki dijajah oleh sepeda motor, pakir seenaknya kendaraan roda empat, dan juga pedagang liar. Pelebaran trotoar, kita harapkan menarik minat warga untuk berjalan kaki sekaligus mengembalikan fungsi trotoar.
Tak cuma itu, program penataan jalan protokol ini juga akan diwarnai dengan nuansa budaya. Trotoar dibangun tematik bernuansa batik dengan motif beragam dari berbagai daerah. Gubernur Anies Baswedan menjulukinya sebagai "Sabuk Nusantara". Satu lagi yang revolusioner, di trotoar ini juga bakal ada kios-kios yang ditata secara modern. Tentu saja mengedepankan aspek kerapihan dan kebersihan.
"Jakarta Milik Bersama", itu yang mendasari filosofi kebijakan redesain Sudirman-Thamrin seperti disampaikan Gubernur Anies Baswedan. Filosofi tersebut, memang jadi tagline pasangan Anies-Sandi di masa kampanye. Anies ingin mengakomodir semua kelas masyarakat dalam kebijakan-kebijakan pemprov DKI. Suatu upaya dalam membangun diferensiasi dengan pemimpin sebelumnya, yang memang terkesan membangun tembok disparitas antar kelas.
Namun sayang, di balik upaya sang Gubernur merangkul semua golongan dan kelas, pedagang (makanan) kaki lima belum terakomodir di trotoar yang bakal diremajakan. Anies beralasan, PKL akan diberi ruang khusus di jalan dan area belakang gedung-gedung di sepanjang Sudirman-MH Thamrin.
Padahal, eksistensi penjual gorengan hingga pedagang kopi sasetan di ruas protokol, sudah membentuk wajah Jakarta selama ini. Keberadaan mereka, mestinya juga diperhatikan untuk memperkuat etalase keadilan yang berupaya diciptakan Gubernur.
Keberadaan PKL, menambah opsi pilihan makan yang harganya terjangkau sehingga memudahkan warga apartemen. Pemberdayaan PKL oleh pengelola Green Pramuka City, menjadi nilai jual tersendiri bagi apartemen ready stock dan dipasarkan dikisaran harga Rp 4o0 jutaan untuk tipe dua bedroom itu.
Bila Anies memang serius menjadikan Sudirman-Thamrin sebagai pilot project etalase wajah "Jakarta Milik Bersama" yang kita harapkan dikembangkan ke kawasan-kawasan lain, mestinya, PKL juga dikasih ruang. PKL adalah penolong bagi banyak warga Jakarta yang tidak semua bisa makan di restoran atau minum kopi di warkop bermerek Amerika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H