Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk membuka mata hati dan wacana bagi semua orang dan khususnya para pemerhati anti korupsi di negeri untuk dapat lebih mengenal sosok-sosok yang diimpikan untuk memimpin lembaga anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jimly Asshiddiqie adalah seorang tokoh yang dimiliki oleh bangsa Indonesia saat ini, ketokohan dan kenegarawanannya tidak perlu diragukan lagi. Pria kelahiran Palembang ini, sarat dengan keilmuan di bidang ilmu hukum. Pemegang Bintang Mahaputra Utama tahun 1999 ini meniti karirnya selain sebagai staf pengajar di Universitas Indonesia dan instansi pemerintah lainnya juga memiliki karir sebagi penasihat ahli dan tim ahli dalam berbagai kegiatan pemerintah.
Di bidang eksekutif, Jimly pernah menjabat sebagai Senior Scientist BPPT, Staf Ahli Mendikbud, Asisten Wapres RI, Sekertaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistim Hukum Republik Indonesia dan Penasehat Ahli Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI.
Sedangkan di bidang Legislatif, Jimly tercatat pernah menjabat sebagai tim ahli DPR-RI, anggota MPR-RI Utusan Golongan dan Penasehat Ahli Sekjen MPR-RI. Yang terakhir adalah di bidang Yudikatf, dimana Jimly pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi RI periode 2003 - 2008.
Dalam keorganisasian, Jimly juga merupakan cendekiawan Muslim, ia tergabung dalam ormas Islam Muhammadiyah dan aktif sampai dengan saat ini. Saat ini Jimly menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Partai Politik, yang tentunya saat ini seuai tugas dan fungsinya tentu sedang disibukkan dengan persiapan pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada Desember 2015 mendatang.
Namun dibalik kenegarawanannya, publik harus tahu siapa Jimly sebenarnya...!
1. Jimly Tercatat Pernah Melakukan Upaya Penyiasatan Hukum Untuk Kepentingan Pribadi
Berdasarkan sejumlah catatan, Jimly juga pernah dilaporkan terkait kasus Pengajuan Ijin Prinsip Global TV kepada Pemerintah dalam hal ini Mensesneg  saat yang saat itu dijabat oleh Profesor Muladi.Â
Menurutnya, Jimly, Prof Dr Zuhal dan Nasir Tamara mengajukan izin prinsip Global TV. Dalam pengajuan itu, Jimly mengatakan bahwa Global TV dimaksudkan sebagai televisi untuk pendidikan, teknologi, dan SDM.Â
''Siaran Global TV untuk meng-counter acara-acara yang menjelekkan Indonesia. Lalu akhirnya keluar izin, karena saya menyangka itu sikap mereka yang tulus, dan akhirnya juga didukung oleh Presiden Habibie,'' jelas Muladi.
Tapi setelah beberapa lama, lanjut Muladi, rencana Global TV tidak berjalan karena para pemiliknya tidak punya modal. ''Lantas, Global TV diambil alih oleh Bimantara milik Harry Tanoesoedibjo dan Rossano Barrack. Saat itu, Nasir Tamara menjadi dirutnya, dan pemegang saham terbesarnya Jimly Ash-Shiddiqie,'' ungkap Muladi.