Hemmm... Setelah cuti kampanye sekian lama, Basuki Tjahaya Purnama kembali aktif menjabat Gubernur DKI Jakarta. Namun cuti panjang tidak membuat Basuki bisa bekerja dengan tenang. Polemik kembali lagi digulirkan.
Partai Demokrat dan PKS jelas-jelas sudah mendesak Mendagri memberhentikan sementara  (nonaktif) Gubernur DKI  Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bahkan ingin mengajukan hak angket di DPR. Hal ini merujuk Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang menyebutkan :
1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara "paling singkat 5 (lima) tahun", tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.
Mari kita cermati!
Ahok didakwa dengan dua pasal yang berbeda yaitu Pasal 156 KUHP dengan ancaman maksimal empat tahun penjara atau Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal lima tahun penjara. Kata "atau" berarti Jaksa hanya memilih 1 (satu) pasal saja untuk mendakwa Ahok.
1. Â Bunyi pasal 156 KUHP:
"Barang siapa di muka umum menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun...........dst"
Jika Jaksa  menggunakan pasal 156 KUHP untuk mendakwa Ahok, maka pasal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk memberhentikan sementara Ahok, karena tindakan pidana dalam pasal ini hanya diancam pidana penjara maksimal adalah 4 (empat) tahun.
2. Â Bunyi pasal 156 a KUHP:
"Dipidana dengan pidana penjara "selama-lamanyalima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan .................dst"