Pada hari Minggu, 30 September 2018, salah satu media online terkemuka yaitu RMOL.CO memberitakan tanggapan mendagri atas kesulitannya korban gempa di Palu mendapatkan bantuan dengan judul artikel "Pemerintah Izinkan Warga Palu "Menjarah" Minimarket".
Membaca artikel tersebut saya sedikit miris, karena dalam artikel tersebut disebutkan pemerintah memberi izin warga untuk menjarah. Kemudian saya bandingkan dengan cuplikan video pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo yang saya tonton dari Kompas TV. Berikut saya kutip sepenggal pernyataan beliau di hadapan wartawan:
"....alfamart-alfamart itu tolong dibuka, dijaga, diinventaris ngambil apa-ngambil apa , nanti dibayar. Pokoknya, toko-toko kelontong yang jual air minum, yang jual supermi ambil dulu aja. Termasuk bahan bakar."
Bukan tanpa alasan, keputusan pemerintah tersebut diambil karena kurangnya bantuan sesaat setelah bencana, dan warga korban kesulitan untuk mendapatkan makanan dan air minum. Hal itu terjadi sebab semua akses ke daerah-daerah bencana masih tertutup sesaat setelah bencana.
Dalam KBBI online disebutkan bahwa menjarah/men*ja*rah/ v merebut dan merampas milik orang (terutama dalam perang atau dalam kekacauan).
Biasanya praktik penjarahan dilakukan secara paksa dan tak peduli terhadap penolakan dari si pemilik barang. Tak jarang dalam aksi penjarahan akan menimbulkan kerugian besar bagi orang lain. Apakah ini yang diinginkan pemerintah?
Dan di media sosial banyak mengutip dan memanfaatkan pemberitaan RMOL ini khususnya pihak-pihak yang kontra pemerintah untuk menyudutkan keputusan pemerintah itu dengan bumbu-bumbu drama.Â
Memang penjarahan terjadi di sana, ada warga tidak lagi hanya menjarah kebutuhan pokok saja tapi sudah menjarah berbagai jenis barang sampai ke toko-toko pusat perbelanjaan. Dan ini  tentu bukan merupakanlah tujuan dari pernyataan pemerintah tersebut di atas.
Mari kita doakan agar pemerintah segera dapat mengatasi persoalan ini dan warga korban bencana mendapatkan hak-haknya dengan layak.
Salam Tabik Erat,