Dagelan politik kembali menggeliat menjelang pilkada DKI Jakarta 2017. Sepertinya partai-partai semakin galau pusing tujuh keliling mikirin hasil survey yang menempatkan petahana selalu unggul di setiap lini. Apalagi ada hasil survey yang mengatakan jika Ahok dihadapkan head to headdengan nama-nama yang selama ini muncul digadang-gadang parpol, maka nama Ahok yang muncul sebagai pemenang . Bahkan secara fantastis ada hasil survei memberikan kemenangan mutlak unanimous decision dengan skor di atas 50% kepada Ahok di sudut biru.
Melihat kenyataan pahit di depan mata, maka parpol tak bisa berdiam diri meratap pilu di sudut merah. Harus ada strategi jitu untuk meluluh-lantakkan hasil survei tersebut di hari H nantinya. Maka partai-partai penguasa kursi di DPRD DKI merasa perlu menyatukan remah-remah kekuatan yang tersisa untuk menghadapi seorang Ahok yang hanya didukung oleh 24 kursi dari 3 partai.
"Masak kita 7 partai keok sama Ahok plus 3 partai doank. Ingat! Kekuatan kita di DKI 82 kursi, tentu akan menang mudah melawan 24 kursi, " begitu kalkulasi politik sederhanya. Kalau mau menang kita musti keroyokan. Bersatu kita teguh, Bertujuh kita runtuh. Begitu kira-kira kura-kuranya.
Hari dan tempatpun ditentukan. Senin, 8 Agustus - Restoran Bunga Rampai, Menteng, Jakarta Pusat. Para petinggi partai berkumpul. Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Nahrowi Ramli, Ketua Umum DPW PKS DKI Jakarta Syakir Purnomo, Ketua PLT DPD PDIP DKI Jakarta Bambang DH, Ketua DPW PAN Eko Patrio, Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta M. Taufik, Ketua DPW PPP DKI Jakarta Abdul Azis, Ketua DPW PKB DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas duduk bersama-sama untuk merumuskan sebuah rumus politik versi mereka. Berjam-jam pembicaran terus berfokus kepada mematikan langkah petahana. Tentu saja nama Ahok cukup populer di meja perundingan tersebut karena dapat dipastikan nama petahana selalu disebut-sebut dalam diskusi yang cukup alot itu.
Tik-tak-tik-tuk. Jarum jam berdetak. Setelah berjam-jam berbusa-busa tanpa lelah akhirnya keputusan diambil. Mereka sampai kepada satu kesimpulan yang belum tentu simpul beneerrr. Mereka menyatakan sepakat untuk berkoalisi di pilkada DKI Jakarta 2017. Diambillah sebuah nama untuk melegitimasi persekutuan doa mereka yaitu Koalisi Kekeluargaan. Konon katanya nama koalisi ini diambil karena dalam musyawarah yang dilakukan tujuh partai politik ini berjalan dengan suasana kekeluargaan. Sayangnya tidak dijelaskan secara detil apa yang dimaksud dengan suasana kekeluargaan. Bukankah sebuah keluarga yang utuh harus jelas siape bapaknye, mana emaknye dan yang mane yang jadi anak-anaknye. Bagaimanapun yang jadi imam itu pasti bapaknye.
Anehnya koalisi itu bukanlah koalisi untuk menetapkan nama pasangan calon yang akan diusung bersama sebagaimana lazimnya sebuah koalisi. Mereka hanya mengumumkan berkoalisi untuk melawan bakal calon petahana Basuki Tjahja Purnama (Ahok) di pertarungan pilkada DKI 2017. Pernyataan ini secara terang menderang mendeklarasikan konfrontasi terbuka dengan petahana dalam perhelatan pikada nanti.
Keluarga bongsor galau ini seolah-olah ingin mengatakan “Pokokke Ojo Ahok”. Entah apa yang membuat mereka begitu tidak sukanya dengan sosok Ahok. Tapi wajar juga sih Ahok tidak disukai, bukankah Ahok itu sering mengatakan bahwa dia itu gubernur "Gila dan Goblok" makanya dia rutin minum obat Gilanya yang disebut Pil tablet PPG "Pura-Pura Gila - Pura-Pura Goblok" . Bahkan Ahok tanpa malu menceritakan resepnya itu kepada Presiden Finlandia, Sauli Vainamo Niinisto ketika bertanya bagaimana Ahok mengatur Jakarta yang berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa, sedangkan negara Finlandia hanya berpenduduk 4 juta jiwa saja. Jadi wajar donk, anggota dewan mana sih yang mau menyusun anggaran bareng-bareng ama gubernur "gila".
Namun jangan suudzon dulu, karena dibalik semua itu, Koalisi Kekeluargaan ini memiliki misi dan visi yang sangat suci dan mulia, yaitu akan memilih pemimpin yang lebih baik dari Basuki Tjahaya Purnama. Mereka telah menggodok dan memformulasikan kriteria yang pas menjadi pemimpin Jakarta yang akan diperjuangkan untuk dipilih warga Jakarta. Kriteria-kriteria calon gubernur impian adalah;
1. Alim
2. Bijaksana
3. Beradab