Mohon tunggu...
sausan aliyyah
sausan aliyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hobi bersepeda, menulis, membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Transformasi Post-Truth dari Masa Lalu ke Era Digital

20 Juni 2024   22:06 Diperbarui: 20 Juni 2024   22:37 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Syamsul Yakin dan Sausan Aliyyah
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung Kota Depok dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Post-truth sebenarnya bukanlah sesuatu yang terjadi baru-baru ini. Tidak demikian halnya ketika  media baru, media sosial, media online seperti jejaring sosial tersedia. Post-truth tidak dimulai dari jari tangan, ranah digital, ruang virtual atau semacamnya di internet, tapi selalu di hati manusia. Kebohongan yang dirasa fakta sudah ada sejak zaman Nabi SAW. Oleh karena itu, post-truth adalah perilaku lama dengan kemasan baru. Apa itu post-truth bisa dilihat dari keterangan Nabi SAW berikut ini.

Nabi SAW berasal dari Abu Hurairah dan berkata: "Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan. Pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berceloteh". Ada yang bertanya, "Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?" Nabi SAW menjawab, "Orang bodoh yang turut campur dalam urusan publik" (HR. Ibnu Majah).

Kalau orang jujur ditipu sedangkan pembohong dibenarkan, ini jelas persoalan post-truth. Manusia tidak bisa digiring atau terpengaruh oleh opini dari sumber berita yang valid. Mereka menyukai rumor yang mempermainkan emosi dan akal sehat. Jelas bahwa post-truth telah lama mampu mengalahkan rasionalitas. Tentu saja, jika dibiarkan akan mengganggu kohesi sosial, laju pembangunan, serta keunggulan dan kemandirian nasional akan terancam.

Secara psikologis, post-truth lambat laun muncul  dari rasa takut akan kejujuran orang lain dan rasa cemas akan kalah dalam persaingan. Post-Truth adalah potret orang-orang yang kalah dan berjuang untuk meraih kemenangan meskipun ada konspirasi, penghasutan, dan kampanye hitam. Oleh karena itu, pembohong dibenarkan, tetapi orang jujur didustakan. Tidak dapat disangkal bahwa praktik politik kontemporer dipengaruhi oleh post-truth.

Mempercayai pengkhianat dan mencap orang yang dapat dipercaya sebagai pengkhianat membuktikan bahwa sifat dasar media sosial bukanlah anti kemanusiaan. Artinya, sejarah telah membuktikan bahwa misinformasi, berita palsu, dan ujaran kebencian sudah banyak terjadi bahkan sebelum berkembangnya media terintegrasi. Dengan kata lain, Internet pada dasarnya bersifat humanistik, demokratis, dan pluralistik. Sayangnya, di era perubahan ini, banyak orang yang diserang tanpa mengetahui siapa yang menyerangnya, dikhianati tanpa mengetahui yang mengkhianati.

Situasi ini diperparah dengan munculnya ruwaibidhah, sebuah ekspresi online masyarakat  yang bersifat instan, munafik, antisosial, dan bandit. Ruwaibidhah adalah musuh negara bahkan peradaban. Ruwaibidhah ada di tengah, tapi sebenarnya dia hanya menonton dari pinggir lapangan sebagai penyerang. Selain itu,  kemampuan retorikanya memungkinkan dia mengendalikan situasi ekonomi dan politik. Ruwaibidhah telah mencoreng wajah media sosial yang seharusnya digunakan secara bijak dan bestari

Untuk memenangkan kompetisi ini,  kita harus memiliki semangat progresif dan kepribadian futuristik, sesuai dengan pepatah, Tomorrow is today.

Bukan sebaliknya, menjadi kaum romantis-konvensional berpegang "Yesterday is today". Jika tidak, kita akan dihancurkan oleh katalis perubahan yang liar dengan kecepatan nano-second. Ingat: Ketika platform berubah, kita juga harus berubah. Selain itu, kita juga perlu melakukan reposisi diri dari "penumpang" menjadi "pengendali" di era digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun