Mohon tunggu...
Sauqy Syafiati Husna Sumarno
Sauqy Syafiati Husna Sumarno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo saya Sauqy!, saya Mahasiswa Ilmu Komunikasi yang punya passion besar di dunia produksi film. Berpengalaman dalam menyutradarai, menulis naskah, dan mengelola tim produksi. Tertarik mendalami storytelling visual sebagai media untuk menyampaikan pesan dan menggugah emosi. saya mengikuti proyek-proyek kolaboratif untuk mengasah kemampuan teknis dan artistik. Percaya bahwa film bukan hanya hiburan, tapi juga medium untuk menciptakan perubahan.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Kuliner Ekstrem Ulat Jati dari Gunung Kidul

27 Desember 2024   00:41 Diperbarui: 27 Desember 2024   00:41 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ulat Jati (Sumber: penulis)

YOGYAKARTA- Di tengah hijaunya hamparan hutan jati Gunung Kidul yang rimbun, suasana pagi terasa begitu tenang, hanya diiringi suara gemersik dedaunan yang berguguran tertiup angin. Namun, di sela-sela ketenangan itu, tampak sekelompok warga yang sibuk memunguti sesuatu dari tanah dan dedaunan kering yang berserakan. dengan cekatan, tangan-tangan mereka bekerja, memungut ulat-ulat kecil berwarna coklat kekuningan yang bersembunyi di balik daun-daun jati yang gugur. Ulat-ulat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam keranjang bambu yang mereka bawa. Ulat jati, begitulah mereka menyebutnya, merupakan bahan utama untuk diolah menjadi santapan khas yang tak hanya menggugah selera tetapi juga mampu menguji keberanian para penikmat kuliner yang penasaran dengan cita rasanya. 

Ulat jati biasanya muncul ketika musim hujan tiba, tepat saat daun-daun muda pohon jati mulai bertunas dan bermunculan. Kehadiran ulat jati sering kali beriringan dengan fase pertumbuhan daun muda yang segar. Ketika daun-daun tersebut telah mencapai masa gugur, ulat-ulat jati akan hinggap di atas daun-daun yang telah rontok itu. Mereka memanfaatkan daun-daun gugur sebagai tempat berlindung atau sumber makanan, menciptakan siklus kehidupan yang erat kaitannya dengan perubahan musim. Fenomena ini menjadi salah satu ciri khas ekosistem pohon jati selama musim penghujan. 

Ulat jati diolah menjadi berbagai jenis masakan dengan cara yang beragam. Tetapi, sebelum diolah menjadi masakan, ulat jati harus dibersihkan terlebih dahulu agar kotoran, lendir dan bau yang kurang sedap hilang. Proses pembersihan biasanya dilakukan dengan cara merendam ulat jati dalam air garam selama beberapa waktu. Setelah direndam dan dicuci hingga bersih, ulat jati siap diolah menjadi berbagai sajian. 

Salah satu cara pengolahannya adalah dengan menggoreng ulat jati hingga kering. Ulat yang digoreng memiliki tekstur yang renyah di luar namun tetap gurih di dalam, sehingga cocok disajikan sebagai camilan. Selain itu, ulat jati juga sering ditumis bersama bumbu tradisional seperti bawang putih, bawang merah, cabai, dan kemiri. Tumisan ini menghasilkan cita rasa yang khas, pedas, dan kaya akan rempah. Tidak hanya itu, ulat jati juga dapat diolah dengan cara dibacem terlebih dahulu. Proses bacem dilakukan dengan merebus ulat dalam campuran air, gula merah, kecap, dan bumbu lainnya hingga meresap. Setelah dibacem, ulat jati kemudian digoreng hingga matang. Hasil akhirnya adalah ulat jati memiliki rasa manis gurih dengan tekstur yang sedikit kenyal, menjadikannya hidangan yang unik. 

Dengan berbagai cara pengolahan ini, ulat jati telah menjadi salah satu bahan makanan yang digemari di beberapa daerah, terutama di daerah Gunung Kidul. Rasanya yang lezat, serta keunikannya menjadikan ulat jati sebagai alternatif sumber protein yang menarik untuk dijelajahi. "Rasanya manis, gurih, terus kayak ada sensasi meledaknya gitu di mulut."  ujar pak Nano salah satu warga lokal Gunung Kidul. 

Tak hanya unik, ulat jati juga kaya akan nutrisi. Penelitian menunjukkan bahwa ulat ini mengandung protein tinggi, lemak sehat, dan berbagai vitamin yang baik untuk tubuh. Masyarakat setempat meyakini bahwa mengonsumsi ulat jati dapat meningkatkan stamina dan kesehatan. 

Ulat jati telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Gunung Kidul sejak dahulu. Hal ini terjadi karena pada masa itu, ulat jati menjadi alternatif yang sangat berharga sebagai pengganti sumber protein seperti ayam atau ikan, yang pada waktu tertentu sulit ditemukan atau harganya yang terlalu mahal untuk dijangkau oleh sebagian masyarakat. Tradisi ini diceritakan secara turun temurun, salah satunya oleh Mbah Warsi selaku warga Gunung Kidul, yang mengisahkan bagaimana ulat jati menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyakarat di masa lampau. Kehadirannya tidak hanya mencerminkan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam, tetapi juga menggambarkan kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan tatangan zaman. 

Bagi para penikmat kuliner ekstrem, ulat jati menjadi tantangan tersendiri. tidak semua orang berani mencoba makanan ini karena bentuknya yang mungkin membuat sebagian orang ragu. Namun, bagi masyarakat lokal di Gunung Kidul, ulat jati adalah bagian dari budaya kuliner yang sudah melekat erat dalam kehidupan mereka. Tradisi ini sekaligus menjadi salah satu daya tarik wisata budaya di Gunung Kidul, menghubungkan para pelancong dengan kearifan lokal yang unik dan autentik. 

Keberadaan ulat jati di Gunung Kidul tidak hanya memberikan manfaat ekonomi dan budaya, tetapi juga menjadi simbol kearifan lokal yang terus dijaga dan dilestarikan. Dalam setiap gigitan hidangan ulat jati, tersembunyi cerita panjang tentang kehidupan masyarakat, perjuangan menghadapi keterbatasan, dan hubungan yang harmonis dengan alam. Makanan ini bukan sekedar santapam, melainkan warisan budaya yang mengajarkan kita untuk lebih menghargai kekayaan alam dan tradisi yang telah ada sejak lama. Dengan segala keunikannya, ulat jati bukan hanya menjadi ikon kuliner Gunung Kidul, tetapi juga bagian dari identitas masyarakat yang penuh dengan kreativitas dan ketangguhan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun