“Kamu mau kuliah? wong sekolah aja ga pernah masuk.” Ucap Bu Ani, salah satu guru BP di SMA tunggal karya kepada Budi saat konsultasi di ruangan BP tantang rencanaya untuk melanjutkan kuliah. “Apa salahnya sih bu? Apa cuman anak-anak yang rajin aja yang boleh kuliah?” sanggah Budi. “Kamu sih mending jadi TKI sana, otakmu juga ga pinter-pinter banget. Contoh tuh si Andi, meskipun jadi ketua OSIS, dia juga rajin belajar, terus ikut bimbel juga untuk persiapan Ujian Nasional.Kalo kamu sih mana bisa seperti itu?” ucap bu Ani . Andi hanya diam saja mendengar ocehan guru BP nya itu. Dalam hati sebenarnya ia merasa jengkel mendengar omongan guru nya itu.
Itu bukan kali pertama Budi di hina seperti itu. Beberapa bulan sebelumnya, budi juga masuk ke ruangan BP yang dianggap seperti “Ruangan Setan” itu. Dia masuk kesana gara-gara ketahuan bolos pelajaran oleh satpam. Budi memang bukan tipe anak yang aktif mengikuti kegiatan di sekolahnya. Kadang Dia hanya datang 3 hari dalam seminggu. Meskipun begitu, bukan berarti dia bodoh dalam mata pelajaran. Saat Ujian akhir semester, nilainya pun sedikit diatas rata-rata kelas. Namun Budi harus pusa mendapat peringkat ke tiga dari bawah karena absensinya banyak yang bolong. Parahnya lagi, disaat-saat sperti ini, tiga bulan sebelum ujian nasional , perilakunya sedikit berubah. Dia mulai rajin masuk sekolah. Meskipun begitu, tetap saja guru-gurunya di sekolahnya memandangnya sebelah mata.
Berbeda dengan Andi, dia adalah murid kesayangan guru di sekolahnya. Dikarenakan selain aktif mengikuti OSIS di sekolahnya, dia merupakan anak yang rajin dan merupakan anak dari pejabat pemerintahan di kota itu. Berangkat dari rumah ke sekolah pun di memakai motor sport seharga 50 jutaan.
Waktu demi waktu berlalu, hingga saatnya menunggu pengumuman ujian tulis masuk Perguruan Tinggi negeri atau yang biasa disebut Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri(SBMPTN). Sembari menunggu pengumuman tersebut, Budi menjadi rajin beribadah kepada Tuhan agar diloloskan untuk menggapai mimpinya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri. Lain Budi, lain juga dengan Andi. Andi merasa besar kepala mengingat dirinya “hampir” masuk perguruan tinggi negeri. Dia pun menghina budi. Namun, Budi tetap sabar menerima hinaan itu.
Akhirnya waktu pengumuman tes SBMPTN pun tiba. Beruntung bagi Budi,sebagai balasan dari hinaan yang sering diterimanya, Tuhan menakdirkan dirinya diterima di sebuah perguruan tinggi di ibukota. Namun , lain ceritanya bagi Andi, dia tidak diterima di perguruan tinggi yang di inginkanya. Mungkin itu peringatan dari Tuhan atas hambaNya yang sombong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H