Hantu di Asrama Perawat
Oleh Bung Opik
_
“Kamu tahu cerita suster ngesot?” tanya Hawa membuka pembicaraan dengan nada serius. Alia hanya menganggukan kepala sambil mendengarkan dengan seksama dari tempat tidurnya.
“Di asrama ini ada cerita yang mirip gitu juga. Julukannya Suster Ngarondang (merangkak – bahasa sunda). Katanya, di malam-malam tertentu dia suka menampakkan diri.” mendengar itu Alia bergidik ngeri.
Alia memang penghuni baru di asrama tersebut. Sekitar seminggu yang lalu ia mulai bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit swasta di kota Bandung. Hawa teman sekamar Alia juga bekerja di rumah sakit yang sama. Asrama yang mereka tempati sekarang ini merupakan asrama khusus perawat yang disediakan oleh pihak rumah sakit.
“Kamu jangan nakut-nakutin gitu, ah!” gerutu Alia dengan muka cemberut.
“Bukannya mau nakut-nakutin. Aku cerita gini supaya kamu bisa antisipasi aja.”
“Udah, ah. Mendingan kita tidur aja....” bujuk Alia menyudahi percakapan itu sambil berusaha menutupi kegelisahannya.
“Iya, sori.”
Keduanya lalu meringkuk di balik selimut masing-masing. Malam itu Alia sulit tidur karena dihantui oleh pikiran-pikiran tentang sosok hantu suster tersebut.
***
Keesokan harinya...
“Al, kamu ditanyain kepala perawat tuh...” mendadak Youly muncul di depan pintu kamar Hawa dan Alia.
“Nyariin kenapa, Youl?” tanya Alia.
“Soal jadwal katanya...”
“Oh, oke. Thanks, Youl.”
Alia bergegas menemui Suster Nunik di ruangannya. Setelah mempersilahkan Alia duduk, Suster Nunik segera memulai percakapan.
“Al, hari ini shift kamu sampai jam sepuluh malam ya? Kebetulan Suster Winche sedang berhalangan hadir.”
“Kenapa mesti saya, Sus?” tanya Alia dengan perasaan enggan.
“Soalnya kamu masih baru. Ini bisa jadi pengalaman yang bagus buat kamu.” jawab Suster Nunik berusaha meyakinkan.
***
“Al... gue sama Youly balik duluan ya?” Hawa berpamitan pada Alia.
“Duuh, pulangnya ngga bisa barengan ya?” tanya Alia dengan nada memelas.
“Sori, Al. Gue capek banget hari ini. Pengen buru-buru istirahat.”
“Ya udah, deh.”
Sebenarnya Alia malas malam-malam jalan sendirian pulang ke asrama. Apalagi semenjak mendengar cerita dari Hawa tentang keangkeran asrama mereka. Ada perasaan takut yang tumbuh di dirinya.
Alia mencoba menyibukkan diri agar pikirannya tak lagi terganggu oleh perasaan-perasaaan takut itu. Berhasil! Hingga shift-nya berakhir Alia sama sekali tidak mengingat cerita menakutkan itu.
***
“Duuh, gelap banget sih.” keluh Alia sepanjang perjalanan. Meskipun jarak antara rumah sakit dan asramanya relatif dekat, namun jalan yang menghubungkan kedua tempat itu dipenuhi pepohonan tua yang rimbun dan besar.
Selama diperjalanan, Alia terus-menerus memanjatkan doa di dalam hati. Akhirnya ia tiba di depan pagar asrama. Perasaan takut kembali menyergap dirinya. Alia dapat merasakan irama detak jantungnya berubah kencang sewaktu memasuki pekarangan asrama.
Beberapa meter sebelum mencapai teras asrama, samar-samar Alia dapat mencium wangi apel yang bercampur dengan oksigen yang ia hirup.
“Alia....” bisik seseorang dari arah balkon yang letaknya tepat di atas teras.
Alia menengadahkan kepalanya, ternyata suara itu datang dari Hawa. Belum sempat Alia membuka mulutnya untuk bertanya, tiba-tiba Hawa membuat gerakan menunjuk ke arah teras disertai ekspresi wajah ketakutan.
Pandangan Alia langsung tertuju ke arah teras. Dari tempatnya berdiri, Alia dapat melihat pintu masuk asrama melalui celah berukuran satu meter yang diapit oleh dua buah dinding yang menjulang dari lantai hingga ke atap. Dinding-dinding itu membentuk sekat yang menghalangi pandangan ke arah teras jika dilihat dari luar asrama.
Bebauan yang sejak tadi tercium oleh Alia tidak juga hilang. Tiba-tiba Alia melihat sebuah kepala menyembul dari balik dinding teras, wajahnya tertutup rambut panjang yang dibiarkan terurai.
Sosok itu membuat gerakan merangkak yang perlahan, sehingga bagian-bagian kepalanya mulai terlihat dari balik dinding. Dari mulai bagian atas kepala hingga ke batas telinga, lalu sampai ke batas leher, menyusul jemari dan telapak tangannya yang bersentuhan dengan lantai ikut muncul dari balik dinding.
Tenggorokan Alia serasa tercekat. Sesaat setelah sosok itu menampakkan diri secara utuh, Alia tak kuasa lagi menahan jeritan di kerongkongannya.
“Hawaaaa...!”
Alia berteriak sekuat tenaga sambil berlari melintasi teras dan menerjang pintu masuk asrama, meninggalkan Youly yang terbengong-bengong dengan kain pel dalam genggamannya.
Sesuai kebijakan Suster Nunik, asrama itu tidak mempekerjakan pembantu. Sehingga urusan kebersihan menjadi kewajiban para penghuni asrama yang diatur menurut jadwal piket.
_
~Suster Ngepel~
Fin
.
.
.
.
sumber gb. planetkenthir.com
.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H