Mohon tunggu...
Bung Opik
Bung Opik Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sun Go Kong is in the house...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Fiktor) Hikayat Andee

27 April 2012   18:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:01 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13347546591521667262

Alkisah… seorang tuan tanah yang kaya raya bernama Wepe, tinggal di sebuah perkebunan luas di pegunungan bersama anak laki-lakinya semata wayang yang bernama Andee.

Suatu hari, Andee yang mulai beranjak dewasa mengutarakan keinginannya untuk merantau melihat dunia yang luas. Wepe yang merasa terkejut mendengar keinginan anaknya itu lalu bertanya kepada Andee.

“Ndee, lu kenapa pengen merantau segala?”

“Andee udah gede, Pa. Andee pengen nyoba hidup di perantauan.”

“Tapi lu khan tau… kalo lu pewaris Papa satu-satunya? Emang perkebunan kita yang luas ini ngga cukup buat lu?”

“Andee pengen belajar mandiri, Pa. Andee ngga pengen ngerepotin Papa.”

Berbekal keinginan yang kuat serta tekadnya yang bulat, akhirnya Andee mendapatkan restu dari ayahnya. Meskipun berat hati, Wepe merelakan juga anaknya semata wayang untuk pergi merantau.

“Jangan lupa ngasi kabar ke Papa.” Pesan Wepe sambil berderai air mata.

“Iya, Pa.” Jawab Andee singkat. Ia lalu berpamitan pada ayahnya dan memulai perjalanannya menuju pelabuhan.

Sesampainya di pelabuhan, Andee segera menemui seorang nahkoda kapal dan mengutarakan keinginannya untuk ikut berlayar. Sang Nahkoda yang tertarik melihat semangat Andee, akhirnya memperbolehkan pemuda itu untuk bekerja di kapalnya.

Kapal itu lalu memulai pelayarannya. Selama berminggu-minggu mereka berada di atas samudera, hingga suatu saat kapal mereka diterpa badai lautan yang ganas. Selama berjam-jam kapal mereka terombang-ambing oleh ombak dan akhirnya tenggelam di tengah laut.

*****

Ternyata Andee masih bernasib mujur. Ia dan tiga orang awak kapal lainnya berhasil selamat dan terdampar di sebuah daratan. Setelah beberapa hari terapung di lautan, ombak akhirnya menghempaskan mereka di negeri Ginseng.

Berbekal peralatan yang tersisa dari puing-puing kapal, mereka lalu memulai perjalanannya di negeri Ginseng. Namun mereka kesulitan mencari pekerjaan di negeri yang asing dan jauh dari sanak-saudara.

Seorang pemilik kedai yang merasa iba melihat mereka, akhirnya memberikan pekerjaan sebagai pemain musik di kedai miliknya. Menggunakan alat musik yang mereka temukan dari sisa puing-puing kapal, mereka lalu membentuk grup rampak kendang dengan Andee sebagai vokalis.

Lambat laun grup rampak kendang mereka menjadi terkenal di negeri tersebut. Kesuksesan mereka bahkan menyamai boysband di masa sekarang. Berbekal popularitas tersebut, Andee dan awak kapal lainnya menjadi kaya raya dan bergelimang dengan harta.

Suatu hari, Andee teringat dengan ayahnya. Perasaan rindu dengan kampung halaman membuat Andee tidak betah berlama-lama di negeri Ginseng tersebut. Andee lalu memutuskan untuk kembali ke tanah air. Kawan-kawannya pun tak kuasa mencegah niat Andee tersebut. Akhirnya seperti nasib boysband kebanyakan, grup rampak kendang itu pun kemudian bubar.

*****

Setibanya di tanah air, Andee bergegas menuju ke tanah perkebunan milik ayahnya. Sesampainya di sana Andee terkejut karena ternyata bukan ayahnya yang ia jumpai di perkebunan tersebut, melainkan seorang perempuan berparas cantik.

“Tuan Putri yang cantik jelita, siapa namamu?” Tanya Andee yang masih terpesona melihat kecantikannya. Perempuan itu terlihat ragu-ragu, namun akhirnya ia memperkenalkan diri.

“Namaku Winarsih Ciptaningrum Hestiani, tapi biasa di panggil Winche” jawab perempuan itu sedikit terbata-bata.

Karena terbuai dengan kecantikan perempuan itu, Andee menjadi lupa dengan tujuannya semula untuk mencari ayahnya. Bahkan ia berniat untuk segera menyunting perempuan tersebut menjadi istrinya. Winche menolak permintaan Andee tersebut. Namun Andee tetap bersikeras untuk meminangnya.

“Apapun syaratnya akan kupenuhi!” Tegas Andee.

Winche yang merasa terdesak akhirnya berpikir keras. Ia lalu memberikan persyaratan kepada Andee.

“Sebelum fajar tiba, buatkan aku seribu lagu serta sebuah perahu untuk kita tumpangi. Lalu kau akan menyanyikan lagu itu saat kita menyeberangi danau di perjalanan menuju tempat tetua yang akan menikahkan kita.”

Mendengar persyaratan tersebut, Andee tersenyum penuh kemenangan.

“Baiklah! Aku akan bertapa dulu di bawah pohon toge untuk menyelesaikan persyaratan-persyaratan tersebut.” Andee lalu berpamitan dan memulai pertapaannya mencari inspirasi untuk membuat seribu lagu.

*****

Hari sudah lewat tengah malam. Winche merasa cemas karena ia tidak mengira Andee ternyata mampu menyelesaikan seribu lagu dalam semalam. Saat ini Andee sedang mengerjakan persyaratan selanjutnya--membuat perahu.

Winche benar-benar tidak ingin menikah dengan Andee, karena Winche sebenarnya adalah jelmaan Wepe--Ayah Andee. Sepeninggalan Andee merantau, Wepe menjadi sering uring-uringan.

Suatu ketika, seorang pertapa tua bernama Elang Langit datang mengetuk pintu rumahnya. Wepe yang sedang kesal akhirnya mengusir petapa itu dan mendorongnya hingga terjatuh. Seolah belum cukup, Wepe pun membentak petapa itu.

“Di sini ngga nerima orang minta sumbangan! Nenek-nenek udah tua juga, bukannya diem di rumah malah kelayapan!”

Elang Langit yang murka kemudian menjawab.

“Sompreett!! Gw ganteng kayak vokalis boysband gini lu bilang cewek!? Gw kutuk lu!”

Dan semenjak itulah Wepe menjalani kehidupan sebagai seorang perempuan bernama Winche.

*****

Hari masih sepertiga malam ketika Andee nyaris menyelesaikan tugasnya membuat perahu. Di tengah perasaan panik, Wepe akhirnya menemukan akal. Secepat kilat ia menyambar cucian yang ada di jemuran, lalu berlari menuju ke atas bukit.

Dengan kesaktiannya, ia melambai-lambaikan kolor oranye kesayangannya sehingga menutupi langit. Lalu dengan suara aslinya yg memang nge-bass, ia menirukan suara kokok ayam jantan.

“Kukuruyuuuukk! Kukuruyuuuukk!” berkali-kali Wepe berteriak hingga Andee akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah bukit.

Akibat penglihatannya yang rabun, Andee mengira fajar sudah tiba karena melihat langit yang berwarna kemerahan. Dengan perasaan kesal, Andee menendang perahu yang belum selesai itu ke tengah danau. Perahu itu kemudian menancap di tengah danau lalu berubah menjadi batu dan menyerupai sekumpulan manusia.

Demikianlah asal-muasal legenda patung boysband di tengah danau.

***FIN***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun