Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Negara Besar Susah Diatur?

15 Agustus 2015   01:22 Diperbarui: 15 Agustus 2015   03:05 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Kadang terpikir pula di dalam hati, apa artinya kita memiliki negara besar, luas , banyak penduduk, kaya akan hasil alam, tetapi di mata dunia negara kita tetap saja miskin, seakan-akan selalu perlu bantuan negara lain. Penduduknya sendiri tidak pernah menghargai semua itu, buang sampah sembarangan, malas bercocok tanam, hidup santai saja, fasilitas umum yang disediakan tidak dipelihara dan sebaginya. Bahkan Singapore saja yang negaranya seperlimapuluh Indonesia ternyata lebih kaya? Negara ini menanamkan rasa disiplin dan kebersihan, demikian juga kejujuran. Contoh yang sederhana, permen karet saja dilarang di sana, sebab permen karet mebuat jorok, lantai menjadi kotor, fasilitas-fasilitas lain juga bisa rusak misalnya eskalator pintunya mandek dan sebagainya. Namun apa lacur di negara kita? Dulu jaman dipasang telpon umum, dalam waktu seminggu sisa gantungannya. Mengapa ini semua bisa terjadi? Belum lagi ditambah korupsi dana sana sini, bisa jadi telpon umum yang laporannya dipasang 1000 buah, kenyataannya hanya 100 buah. Apakah berarti orang Indonesia tidak terbiasa hidup yang maju? Apakah itu juga berarti Indonesia terlalu besar sehingga susah diatur?

Jika kita coba meneliti lebih mendalam pembangunan yang dilakukan di negera kita sebenarnya sudah mulai kelihatan di sana-sini, cuma memang tidak merata. Pertanyaannya, uangnya dikemanakan? Sangat beda sekali dengan Negara Amerika yang semua pembangunan sudah direncanakan merata. Saya memperhatikan sedikit perbedaan dari sistim pembangunan Amerika dengan Indonesia; di Amerika bila kita masuk ke setiap kota baik itu di pusat maupun yang agak pinggiran, tetap saja di desain seperti keadaan di kota. Pusat perbelanjaan, tempat rekreasi , dan rumah sakit serta sekolah dan Perguruan Tingginya ada di dekat daerah itu, sehingga kita tidak perlu mencari ke tempat yang jauh. Agak beda dengan Negara kita, daerah pinggiran beberapa Km dari kota Medan saja sudah kelihatan kumuh dan jauh dari pusat perbelanjaan dan keramaian, semuanya menumpuk di satu pusat kota belum lagi Gap antar pulau atau propinsi. Antara propinsi yang satu dengan propinsi yang lain pembangunannya tidka merata. Sudah pendapatannya kecil, tetapi harga barang mahal, otomatis orang bertambah miskin. Pembagian jatah pembangunan tidak adil , mengapa? atau karena jatahnya masuk kantong pribadi atau di korupsi?

Dengan kejadian belakangan ini beberapa Kepala Daerah dan beberapa pejabat yang terlibat dalam korupsi yang ketangkap, maka jelas sekali merupakan penjelasan mengapa pembangunan itu menjadi terhambat dan tidak merata. Belum lagi ada ratusan barangkali ribuan pejabat yang saat ini masih berkeliaran dan korupsi sana-sini hanya kebetulan belum ketangkap saja. Bila di Negara kita masih ada orang yang hanya karena kepentingan sendiri lalu mencuri uang rakyat yang seharusnya dipergunakan untuk pembangunan dan mensejahterakan rakyat maka orang tersebut semestinya dibumi-hanguskan saja; jika hanya sekadar di penjara dan dihukum beberapa tahun dan denda yang tidak sebanding maka setelah keluar dari penjara masih tetap saja kaya-raya. Oleh sebab itu saya setuju dengan perkataan Basuki Tjahaja Purnama Gubernur DKI Jakarta saat ini, miskinkan para koruptor itu. Tetapi sayang sekali perkataan itu tidak digubris, buktinya ada beberapa calon kepala daerah masih terdapat nama para mantan koruptor, walaupun sesungguhnya koruptor ya koruptor ngak ada mantannya.

Dana yang semestinya untuk pembangunan negara dan pendidikan dimasukkan menjadi uang pribadi itu lebih jahat dari seorang pembunuh, terlepas dari diskusi doktrin keagamaan. Mengapa saya katakan demikian? Di Amerika saya yakin beberapa negara maju juga menerapkan demikian, program pemerintah di sana senantiasa berusah agar rakyatnya tidak miskin, jikalau terjadi kemiskinan juga hanya satu generasi saja dan generasi selanjutnya sudah harus mapan. Itu sebabnya pemerintah membebaskan biaya sekolah anak-anak mulai dari pra sekolah hingga SMA, bahkan jikalau orang tuanya bergaji kecil, mereka bisa mengajukan bea siswa untuk kuliah dan mendapat uang saku dan buku, asalkan kuliah dengan sungguh-sungguh. Anak-anak umur wajib sekolah, jika tidak masuk atau putus sekolah,  orang tuanya akan dicari oleh pekerja social untuk diintrogasi, bila perlu ditangkap. Hal ini dilakukan karena pemerintah benar-benar memperhatikan pendidikan dan menginginkan rakyatnya meningkat taraf hidup pada generasi berikutnya.

Saya yakin di Indonesia banyak orang pintar juga dan pemerintah Indonesia pasti memiliki dana untuk itu. Buktinya melalui program Gubernur DKI Jakarta dana semacam itu tersalur. Nah bagaimana dengan propinsi yang lain? Mengapa para Kepala Daerah tidak mencoba mencari tahu atau belajar dari DKI Jakarta? Memang apabila mau menerapkan apa yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, maka yang perlu diperhatikan adalah Transparan, Jujur, Tegas, Tidak Korupsi, Berani bertindak, Pengorbanan dan Kerja Keras. Masalahnya barangkalai sebagian dari Kepala Daerah dan Pejabat masih terbuai pada zona nyaman tidak rela keluar dari itu, istilah kasarnya masih mau enak saja, uang masuk kantong sendiri.

Ada orang berkata sebenarnya mengurus negara sih gampang saja, tetapi mengurus orangnya yang susah? Korupsi telah menjadi akar dari kehidupan sehari? Kepentingan sendiri telah menjadi kebiasaan! Masih terlena pada prinsip Asal Bapak Senang (ABS). Rakyat  juga mau yang gampang-gampang. Dahulu slogan swa sembada hanya berupa slogan saja, karena laporan dari bawahan semuanya beres, aman terkendali; tetapi kenyataannya hutang negara bertambah-tambah. Mau memiliki SIM bila perlu tanpa Ujian? Mau lulus maunya tidak usah sekolah? Ujian Nasional ada soal dan jawaban yang bisa dibeli? Mau dapat uang banyak, tidak mau kerja!  Sampai Kapan terpesona demikian??

 

Medio Minggu Kemerdekaan Agustus 2015

 

Saumiman Saud

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun