Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mencatut nama atasan, bukan kasus baru!,

25 November 2015   02:10 Diperbarui: 25 November 2015   02:10 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencatut nama atasan, bukan kasus baru!,

Saya yakin kita semua orang pernah meninginkan sesuatu? Jujur saja, tatkala kita masih kecil melihat anak-anak lain makan es cream begitu nikmat dan sedapnya, kita juga pengin makan es cream itu, lalu tatkala melihat anak tetangga memakai baju baru yang warnanya begitu indah dan cemerlang, kita juga ingin seperti itu, dan kita mendesak orang tua kita membeli. Hal ini rupanya bukan hanya berlaku bagi anak-anak, kaum wanita, kaum ibu juga bisa seperti itu, sewaktu melihat tetangga membeli mobil baru, dia juga ingin memiliki mobil seperti itu, maka mulailah ia merayu suaminya membelikannya; lalu tatkala melihat teman-teman arisannya mempunyai tas bermerek model terbaru dan cincin batu akiknya yang warna cemerlang, dia juga ingin seperti itu. Pertanyaannya, sekarang, apakah hal semacam ini wajar? Ya, wajar-wajar saja. Tentu saja sebagai manusia yang normal dan berakal sehat hal semacam ini normal saja. Lalu dilanjutkan pertanyaannya, apakah hal ini salah? Jawabannnya tentu tidak salah. Lalu jikalau hal ini wajar dan tidak salah apakah bisa jika hal ini dipermasalahkan? Oh, jawabannya bisa saja jika kita coba telusuri dari awal. Kita harus tahu dari mana uangnya untuk membeli barang-barang tersebut? Apakah itu hasil keringat sendiri, pemberian hadiah atau barang curian? Yang menjadi problem jikalau itu barang curian, bisa masuk pengadilan dan penjara.

Rupanya kejadian seperti ini bukan kejadian yang baru, ribuan tahun yang lalu sudah pernah muncul kejadian semacam ini. Namanya saja orang serakah, ingin dapat hasil yang banyak tetapi tidak mau kerja keras. Coba kita lihat bagaimana seorang hamba yang bernama Gehazi terkena masalah ini (lihat 2 Raja-raja 5) . Dia adalah seorang pelayan atau hamba dari nabi Elisa. Elisa dan Gehazi hidup di zaman dahulu, sekitar seribu tahun sebelum jamannya Yesus. Elisa memiliki berbagai talenta termasuk melakukan berbagai mujizat. Namanya menjadi tersohor, bahkan bagi kalangan Israel yang hidup di perantauan.

Kejadian waktu itu, ada seorang panglima negeri Aram bernama Naaman itu sakit, dan penyakitnya adalah penyakit yang mengerikan, yakni penyakit kusta. Jaman itu jikalau seseorang kena penyakit kusta, maka setiap orang yang berjalan dan berpapasan dengan orang tersebut harus menghindar, orang yang berpenyakit kusta itu harus berkata dengan keras ini penyakit kusta da nada seruan “najis-najis”, supaya orang tidak dekat-dekat dengannya, dan bisa-bisa sipenderita dilempari batu. Jadi jikalau seseorang, walaupun ia berpangkat tinggi dan sekalipun uangnya banyak, maka tatkala ia kena penyakit kusta ini maka hidupnya sudah tidak berpengharapan dan akan terasa terhina sekali.

Untunglah Naaman adalah majikan yang baik, itu sebabnya ada seorang anak gadis Israel yang kebetulan hambanya di rumah memberikan isyarat kepada isteri Naaman bahwa di Isreal ada seorang nabi yang barangkali dapat menyembuhkan penyakit yang diderita tuannya ini. Naaman senang sekali tentunya mendengar berita ini, maka cepat-cepat ia berangkat ke sana dengan membawa berbagai hadiah untuk diberikan kepada sang nabi.

Benar sekali, Elisa dipakai Allah menyembuhkan Naaman. Singkat cerita tatkala Naaman sembuh, ia hendak memberi hadiah emas dan perak kepada Elisa, tetapi nabi itu tidak mau menerima, sebab ia tahu yang menyembuhkannya bukan dia, tetapi Allah. Nabi Elisa menolak semua pemberian Naaman, maka Naaman sempat merasa kecewa akan hal ini tentunya. Penolakan nabi Elisa dan hasrat pemberian hadiah dari Naaman adalah berasal dari kesungguhan hati yang mendalam. Mereka tidak sedang mendemonstrasikan sifat tanda kesopanan seperti kebanyakan orang timur yang biasanya hendak saling memberi tetapi hanya sekadar basa-basi dan omong saja. Mungkin dengan mata kepala anda pernah menyaksikan di restoran, ada tamu yang habis makan berebutan membayar di kasir. Ada yang benar-benar keluarkan uang dari dompetnya dan membayar ke kasir, namun ada pula yang dompetnya seakan-akan kesangkut terus di kantongnya, dan ada pula yang pura-pura ke toilet dengan alasan kebelet buang air kecil, dan yang paling jujur adalah ada orang yang mengeluarkan satu kalimat “ Terima kasih ya, sudah dibayar”

Ketika perjalanan pulang Naaman yang sudah sembuh itu, hamba atau pelayan dari Elisa yang bernama Gehazi itu dia-diam mengejarnya. Setelah bertemu Naaman, Gehazi sang pelayann mengatakan :— ’Elisa menyuruh aku untuk memberi tahu bahwa ada dua tamu yang baru datang. Dia minta dua potong baju buat mereka.’ Gehazi telah bersandiwara dengan baik, ia bercerita tentang kedua tamu tadi, karena ia ingin hadiah yang tadinya mau diberikan kepada Elisa. Dalam hati Gehazi ingin mengatakan bahwa Elisa begitu bodoh tidak mau menerima hadiah itu. Naaman sendiri tidak tahu kalau dia dibohongi. Jadi, dengan senang hati saja ia memberikan baju-baju itu untuk Gehazi. Dia bahkan memberikan lebih daripada yang diminta Gehazi.

Namun sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya bisa jatuh juga, demikianlah peribahasa. Dan itu terjadi pada Gehazi, walaupun pada waktu itu tidak ada transkrip rekaman yang dilaporkan oleh siapapun. Maka tatkala si Gehazi sampai di rumah, Elisa menanyainya, ’Kamu dari mana saja?’’Oh, tidak dari mana-mana,’ jawab Gehazi, ia berbohong tentunya. Tapi, Allah memberitahu Elisa perbuatan Gehazi. Jadi, Elisa mengatakan, ’Ini bukan saatnya untuk menerima uang dan pakaian!’ Gehazi telah mengambil uang dan pakaian yang bukan miliknya. Jadi, Allah menghukum Elisa denhgan mimindahkan kusta Naaman pindah ke Gehazi.

Apa yang dapat kita pelajari dari contoh kisah ini?— Salah satunya, kita tidak boleh mengarang-ngarang cerita dan berbohong. Suatu kebohongan, bisa saja melahirkan kebohongan yang lain. Peristiwa kebohongan dio atas terjadi karena Gehazi serakah. Ia menginginkan apa yang bukan miliknya, dan berbohong untuk mendapatkannya. Akibatnya, ia kena penyakit mengerikan selama hidupnya. Tapi, Gehazi mengalami sesuatu yang lebih parah lagi . Ia kehilangan perkenan dan kasih Allah.

Peristiwa Gehazi dan nabi Elisa sangat mirip dengan trend topic yang ada di berbagai media sosial saat ini. Istilah pencatutan nama ini santer bermunculan, Jikalau berita itu benar-benar terjadi, maka kita dapat melihat bahwa di Indonesia ada orang yang memakai nama Presiden dan wakilnya supaya mendapat pembagian saham dari Perusahaan Tambang Emas. Sialnya peristiwa ini direkam sehingga beritanya menjadi tersebar kemana-mana, kalau peristiwa Gehazi yang mengetahuinya paling 4 orang waktu itu, dan karena tercatat di Alkitab maka penyebaran berita ini juga tidak kalah luas, berita ini tersebar di seluruh dunia bagi yang pernah baca Alkitab.

Yang menjadi persoalan adalah kita ini hidup di negara yang para pejabatnya juga manusia biasa, kita sama-sama orang berdosa, yang kecenderungan manusia lama itu muncul, dan keegoisan juga; sehingga tidak heran biarpun ada orang yang “berbuat salah”, pasti saja ada yang bela. Sayangnya para pemimpin yang namanya dicatut itu bukan nabi, coba kalau mereka nabi; sang pencatut nama itu bakal kena “penyakit kusta”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun