Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kapan Sandiwara Politik Ini Berarkhir?

20 Desember 2015   12:25 Diperbarui: 20 Desember 2015   19:07 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus pencatutan nama presiden dan wakilnya serta meminta saham Freeport yang dikenal dengan “papa minta saham” sudah merembak hampir di seluruh dunia. Kejadian ini cukup menggemparkan dan membawa “korban” banyak orang dan oknum. Namun herannya hanya dengan sebuah surat dari sang ketua DPR saja yang menyatakan pengunduran diri maka semua habis perkara. Setelah itu diperkirakan ia malah mendapat jabatan ketua dibidang yang lain. Sedangkan yang cukup heran kemarin yang namanya yang mulia di MKD mengatakan kasus ini berakhir dengan happy ending.

Kata happy ending ini perlu ditafsrikan secara baik-baik, yang dimaksud dengan happy ending apa dan siapa? MKD yang happy endingkah , karena belang mereka tidak terkuak? Ketua DPRnya yang happykah, karena ketuanya tidak terdapat kesalahan dan tidak dihukum? Lalu bagaimana dengan sang menteri yang nota bene adalah sang pelapor dan para saksi lainnya yang nyata-nyata seakan-akan telah siperlakukan sebagai “terdakwa” pada waktu sidang, padahal yang dibutuhkan hanya informasi dari mereka? Sementara itu orang yang berinisial pengusaha RC hingga hari ini menjadi buronan kelas kakap.

Dalam empat kali persidangan saja maka sikap pro kontra dari MKD mulai terkuak, bahkan anggotanya diganti sana ganti sini, ditambah lagi masing-masing partai sudah mulai memperjelas warna politiknya. Masyarakat banyakpun mulai tercelik, akhirnya dan berdampak pada pengaruh jumlah pemilihan di Pilkada minggu lalu. Ada partai yang tadinya jauh melambung tinggi jumlah pemilihnya hari itu jumlah suaranya menjadi terbang melayang. Hal ini membuktikan bahwa sosial media memiliki kekuatan yang besar, dan berbagai media massa bekerja lancar dan cukup berhasil, walaupun ada satu dua media massa yang beritanya miring-miring sedikit dan berbeda.

Berhenti sejenak hingga di sini apakah rekyat merasa puas dengan keputusan MKD? Rakyat merasa tidak puas dan bertanya-tanya hingga hari ini. Memang benar ketua DPRnya sudah turun dari jabatannya, tetapi ia diperlakukan seperti orang terhormat dan tidak terjadi apa-apa. Itu sebabnya berbagai pengamat politik menganggap bahwa tidak ada niatnya dari para wakil rakyat ini mengadakan pembaharuan. Sulit rasanya membangun negeri kita tercinta karena penyakitnya sudah bertahun-tahun. Sebagian pemimpin sudah terlalu dimanjakan dengan yang namanya korupsi. Bagi mereka uang yang jumlahnya Milyar dan bahkan Trilyun itu gampang sekali untuk dipindahkan ke dalam rekening pribadi. Terlalu banyak juga orang-orang yang terkait dengan dalam hal korupsi ini sehingga sangat sulit diberantas hingga tuntas. Bagi mereka apabila ada orang yang mencoba untuk memberantas, itu artinya zona aman meraka seakan-akan dirampas sehingga tidak puas dan semakin ganas. Seperti sarang lebah yang tidak boleh disentuh, lebahnya bakal ngamuk dan menyengat karena terganggu, seperti yang dialami seorang teman saya di Medan kemarin dulu.

Penulis jadi teringat betapa sia-sianya ada satu masa decade 1980-an, pemerintah entah habis uang berapa milyar atau trilyun dalam GBHN untuk program penataran P4 ( Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila) untuk hampir semua rakyat Indonesia diberbagai instan. Isi pengajaran P4 sih bagus, mantap dan berbobot, tetapi bila hanya masuk di dalam pikiran saja tidak ada gunanya.

Oleh sebab itu maka tidaklah heran praktek korupsi tetap saja hingga hari berkembang biak. Rasanya team penilai fit and proper test untuk seseorang diterima di sebuh instansi itu gagal total, atau hasilnya tercurangi, karena masih ada saja para pemimpin yang terpilih dan berjabat itu masih belum benar-benar bersih dan bebas dari korupsi.

Sandiwara ini akan berlanjut apabila kerja para pemimpin itu tidak ada yang memantau, dan kalau yang salahpun harus dibela maka rasanya CCTV, alat rekaman, saksi dan sebagainya akan dianggap tidak legal standing; dan itu cukup untuk membatalkan pengaduan apa saja, bahkan mereka yang mengadu merasa terancam. KPK yang dianggap dapat menjadi andalan, hingga hari ini masih belum dapat mengerjakan sesuatu yang memuaskan, tetap saja kawan membela kawan, kepentingan membela kepentingan dan bila terlalu vokal maka sebentar saja bakal terjungkal.

Nah, jika sudah demikian, maka janganlah berharap “sandiwara perpolitikan” di Indonesia akan berhenti; tetapi ia akan berlanjut dan berlanjut terus seperti sinetron telenovela yang seakan-akan ceritanya tanpa ada akhir.

Sudahlah, rakyat sudah merasa terlalu capek dan muak dengan berbagai pertikaian dan persoalan yang tak pernah usai di negeri  ini, lagi pula para pemimpin rakyat dipilih dan digaji bukan hanya mengurus hal-hal yang tidak begitu perlu atau tidur-tiduran di Senayan, atau pula menikmati jalan-jalan e luar negeri. Sudah saatnya kita membuka mata lebar-lebar, sensitifkan hati nurani kita, menyingsingkan lengan baju kita dan bekerja sama membangun negara ini.

Pandanglah jauh ke depan, dari Sabang hingga Merauke, ada banyak tempat yang masih ketinggalan, ada banyak tempat yang masih perlu pembangunan, dan hampir semua tempat dan semua penduduk Indonesia membutuhkan pemimpin yang jujur dan bersih. Kejujuran, bersih , anti korupsi yang bukan sekadar selogan saja, tetapi benar-benar menjadi senyawa dalam hidup para pemimpin kita.

Coba kita bandingkan negara kita dengan negara-negara Asia sekitar kita, lihat saja India, dulu kalau di film India kita melihat betapa kumuhnya negara mereka, namun saat ini di dalam film India bila kita tonton telah menyajikan wajah India modern. Dulu jikalau orang Indonesia mengunjungi familinya di China, maka mereka akan bawa uang, oleh-oleh dan pesta di sana, saat ini jikalau mereka mengunjungi China, mereka malu karena ternyata familinya di sana familinya  lebih makmur. Mari kita bersatu, hentikan sandiwara ini, jangan biarkan korupsi merajarela. Korupsi hanya memperkaya pribadi atau kelompok, lalu memiskinkan orang lain,  biarlah kita hidup dalam realita bahwa Indonesia harus maju secara merata, menjadi Indonesia Baru. Semoga segera terwujud, semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun