Manusia yang hidup itu punya perasaan, sesabar-sabarnya seseorang jangan dipancing terus kemarahannya. Mungkin jikalau engkau menghinanya tidak masalah, tetapi jangan main-main dengan harkat martabat seseorang. Mengapa Presiden Jokowi marah? Ayo baca dan simak sampai tuntas.
Beberapa tahun yang lalu pada saat beliau baru mulai diperkenalkan supaya mencalonkan diri menjadi orang nomer satu di DKI, maka pada masa-masa kampanye banyak kita mendengar beliau di hina orang, ia dikatakan orang kampong, lalu masalah mobil produksi Asemka Solo, masalah pemerintahannya yang mengurus pasar tradional di Solo, nah oleh saingan politik selalu saja dicecar kesalahannya.
Tetapi memang dasar sudah menjadi bagiannya harus duduk di kursi nomer saru DKI ini, maka terpilihlah beliau menjadi Gubernur DKI dengan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) sebagai wakilnya. Nah Jokowi dan Ahok tempramennya berbeda, namun dunia harus mengakui mereka bekerja sama dengan baik. Jokowi kelihatannya sabar dan Ahok bisa marah-marah. Setelah menjadi Gubernur ia tetap juga selalu dihina oleh para lawan politiknya dengan mengatakan beliau itu hanya memerintah berdasarkan pengaturan seperti bonekanya “Ibu Megawati” yang merupakan ketua partainya.
Kemudian dilanjutkan tatkala beliau hendak mencalonkan diri menjadi Presiden, bertubi-tubi ejekan dan hinaan kembali kepadanya, dengan mengatakan tubuhnya kurus, kurang gagah, bahkan latar belakang agama ibu kandungnya di cari-cari. Tetapi semua cacian dan berbagai hinaan itu dijawab dengan satu jawaban yang mengejutkan Ora Opo Opo. Ini membuktikan bahwa beliau adalah orang yang sabar , padahal para lawan politiknya sudah menghinanya habis-habisan. Baginya selama tidak menyangkut harga dirinya maka semuanya tidak pernah dipermasalahkan. Yang penting baginya , Kerja, Kerja dan Kerja.
Ahok yang waktu itu menjadi wakil Gubernur DKI juga mengaku bahwa beliau (Jokowi) itu kelihatannya diam-diam, tapi jangan main-main dengan orang yang diam, hobbynya saja musik yang metal. Saat beliau menjadi Gubernur memang kita pernah melihat beliau kelihatan dengan mimik “tidak senang” tatkala mengunjungi sebuah kantor pemerintah dengan blusukan SIDAK yang kelihatannya banyak pegawai yang telat, ada yang komputernya kelihatan dengan layar bermain game, ada juga pegawainya yang tidak ngerti apa-apa dengan formulir yang diperlukan, dan ketidaksenangan beliau hanya diperlihatkan dengan meletakkan map agak keras di meja saja, dan setelah itu tidak masalah lagi.
Para lawan politiknya melihat sang presiden yang sabar, dan dihina dengan cara apa saja ia juga tidak apa-apa, maka barang kali mereka berpikir hal ini merupakan kesempatan untuk memperlakukan apa saja terhadap beliau. Selama ini beliau terlalu sabar rasanya bukan karena ia lamban kerjanya, tetapi ia harus bekerja dengan penuh hati-hati. Presiden Jokowi melanjutkan pemerintahan dengan kondisi pemerintahan yang mulai kurang dihargai, karena berbagai kebobrokan yang terjadi. Oleh karena itu maka kehadiran Jokowi diharapkan dapat menjadikan negara ini menjadi Indonesia Baru.
Hal-hal yang dilakukan oleh Jokowi juga tidak digembar-gemborkan, namun diam-diam di dalam setahun pemerintahannya dia telah berhasil mengadakan berbagai negosiasi dengan berbagai negara Internasional, diam-diam dia telah meresmikan berbagai jalan tol, diam-diam dia telah mengadakan berbagai terobosan-teroban baru demi kemajuan negara Indonesia. Dengan banyak hal yang telah dilakukan ini tetap saja lawan politiknya pura-pura buta, ia tetap saja diolok-olok oleh mereka dengan mengatakan bahwa beliau hanya melanjutkan program presiden yang lama. Presiden Jokowi tidak pikirkan itu, ia diam saja. Semua ini tidak pernah dipermasalahkan oleh Jokowi, artinya beliau tetap saja legawa menghadapi berbagai omongan dari para lawan politiknya. para lawannya boleh saja pura-pura buta, tetapi rakyat Indonesia matanya sudah celik. Allhasilnya justru setiap orang yang menyudutkannya, malah mereka yang akhirnya dibully habis-habisan oleh masyarakat dan Netizen.
Bulan lalu tatkala beliau mengunjungi Amerika Serikat, jadwalnya cukup padat, namun ia segera harus pulang lebih cepat sehari dari jadwal yang sudah ada. Beliau mendapat telepon dari menteri bahwa di Indonesia Asapnya terus bertambah, ia bergegas mengambil keputusan langsung terbang pulang ke Indonesia dan berkunjung ke lokasi yang terbakar. Tindakan beliau seperti ini mendapat acungan jempol dan pujian dari rakyat Indonesia, karena beliau tahu mendahulukan mana yang paling penting dalam tugasnya dan itu dilakukan bukan hanya sekadar himbauan atau bantuan tetapi tindakan nyata.
Berbeda dengan para petinggi atau pemimpin di kalangan DPR yang ketuanya saat ini lagi sedang menghadapi kasus, sebagai rasa simpatik kepada para korban asap waktu itu , maka sewaktu mempimpin sidang di ruang yang mewah dan ber AC, para ketuanya memakai masker dan tutup mulut, untuk respon rasa simpatik mereka terhadap para korban Asap dan menghimbau agar para anggota DPR turut membantu berupa dana untuk usaha penyelamatan bagi para korban asap pembakaran hutan. Himbauan itu juga tidak begitu diresponi oleh para wakil rakyat itu, dari 560 orang anggota DPR, sumbangan yang terkumpul tidak mencapai dua juta rupiah. Hal ini sekaligus menjadi lelucon dan menimbulkan kemarahan dari para korban asap dan sekali lagi para petinggi DPR itu menjadi bully habis-habisan para netizen di seluruh dunia.
Berbagai cacian, hinaan, kritik dan cemooh dari sejumlah kalangan “lawan” politik pada masa-masa lalu itu bagi sang Presiden yang kita panggil namanya Joko Widodo yang di singkat dengan Jokowi ini, dianggap tidak apa-apa, Ora Opo Opo (tidak apa-apa). Di sinilah kebesaran hati Presiden kita, mari acungkan jempol, share cerita ini dan dari berikan like yang banyak. Namun apabila kita melihat orang yang sabar begini jangan pula menginjak-injak kepalanya, jangan berpikir beliau ini bisa diperlakukan seenak-perut. Presiden Jokowi berkata, "tidak boleh yang namanya lembaga negara dipermainkan".
Orang yang masih hidup dengan pikiran yang normal dan sabar ini bahkan dikatakan gila , saraf , Koppig saja dia tidak persoalkan dan beliau katakan tidak apa-apa, tetapi bila menyangkut harkat dan martabatnya dan lambang negara Presiden, ia tidak bisa terima. Baru pertama kali penulis melihatnya marah tatkala ada orang yang memperlakukannya menyangkut wibawa dan mencatut namanya untuk meminta saham, baginya ini merupakan masalah kepatutan, kepantasan, etika dan masalah moralitas. Dan dia menghentikan sikap kemarahannya dengan singkat berkata “Cukup”.