Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karena Nalar Tak Punya Hak

9 April 2017   10:42 Diperbarui: 9 April 2017   23:00 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | sumber gambar: www.stevenaitchison.co.uk

Yang namanya pikiran itu memang tak pernah bisa menyimpulkan secara pas. Dalam arti, bahwa pikiran atau nalar kita hanya punya hak untuk mencari tanpa punya hak berkonklusi. Dan kalau pun konklusi itu diklaim sebagai hasil pemikiran, saya tentu meragukannya karena tak lain itu semua hanya spekulasi semata.

Dari mana sebenarnya datang sebuah pengetahuan kepada kita? Kalau para ilmuwan mengatakan metode empiris lebih ampuh sebagai kognisi pengetahuan yang positivitis, saya tidak mengatakan hal demikian salah. Tapi, saya juga tidak menerima sepenuhnya kalau mereka mengatakan metode tersebut dapat memperoleh kebenaran absolut yang sama sekali tak ada unsur kelirunya. Masalahnya, sesuatu yang diteliti secara partikularistis jelas sangat membatasi. Kalau ilmu pengetahuan sekarang cenderung sangat spesifik, saya rasa kita tidak lagi memandang suatu fenomena secara holistik. Padahal, segala fenomena itu jelas parsial dan relevan satu dengan yang lainnya.

Apalagi, nyatanya, kita juga mengenal fenomena dan noumena. Aktivitas berpikir adalah kegiatan yang universal dimana semua orang bisa melakukannya (asal dia mau berpikir, tentunya). Dalam kitab suci pun ayat-ayat di dalamnya menerangkan secara universal dan tidak hanya bagi sebagian golongan. Dan siapapun yang mendalami kitab suci pasti akan mengakui bahwa ayat-ayat tersebut berisi tentang jawaban-jawaban rasional yang tentu itu kompatibel bagi seluruh manusia. 

Tapi kalau kita lihat polemik antara sains dengan agama sendiri, saya kira ini merupakan suatu yang lucu. Penemuan-penemuan manusia terhadap suatu fenomena seringkali dianggap tidak sesuai dengan kata-kata Tuhan. Ditambah lagi, terkadang pencapaian-pencapaian tadi pun berimplikasi pada sikap sombong bagi mereka. Apalagi, ada pula yang katanya mau mencari tempat tinggal di planet lain lantaran bumi semakin rusak. Siapa yang akan berangkat? Dan apa mereka akan mengangkut semua manusia ke bumi ini buat pindah ke planet lain?

Sangat lucu kalau kitab suci dipertanyakan kebenarannya cuma karena perbedaan pendapat bumi itu bulat atau datar. Ini bukan perdebatan universal melainkan polemik kalangan-kalangan tertentu. Kalau ada ayat yang menuliskan bahwa bumi ini datar, kita tentu harus memahaminya secara kontekstual. Tuhan menurunkan ayat-ayatNya kepada semua orang yang berada di bumi dan tidak hanya kepada sebagian orang yang melihat bumi dari sisi eksternal mengambang-ngambang di luar sana. Dan saya sangat yakin, bahwa setiap orang, baik itu sejak masa Adam sampai akhir dunia nanti, pasti akan mengatakan bahwa dunia ini rata dan mataharilah yang bergerak mengitari bumi. Dalam arti, bahwa ini hanya permasalahan sepele, yaitu soal perspektif. 

Lagian, kalau seseorang melihat sejauh cakrawala, jelas dia akan melihat bumi ini rata dari tempatnya berpijak. Dan bagi mereka yang melihat dari perspektif lain, persepsinya tentu berbeda-beda. Apa dari hal itu bisa dikatakan kalau kitab suci salah? Tidak. Kitab suci menerangkan suatu yang universal dimana itu dialami oleh seluruh manusia. Dalam arti, kitab suci bersubstansi tentang rasionalitas dan apa yang dialami oleh semua manusia. Bukannya ini memang persoalan yang universal?

Kembali pada konteks berpikir, memang manusia tidak akan menemukan konklusi yang pas kalau tidak pada Kitab Suci dan intuisi. Intuisi itu bukan spekulasi dan konklusinya juga tidak sama dengan spekulasi. Intuisi memang tidak dicari, namun diberikan oleh Sang Pencipta dalam laku spiritual. Itulah bedanya konklusi manusia yang "mencari keluar" dan yang "mencari kedalam". Saya pun menemukan perbedaan-perbedaan pengetahuan semacam itu sebelum saya intens menjalani laku spiritual (mistisisme) dengan saat saya menjalaninya.

Dan nyatanya, agama atau laku spiritual adalah sesuatu yang berlaku bagi seluruh manusia, walaupun memang ada yang menjalaninya dan ada yang tidak, ada yang mengimainya dan ada yang tidak. Tapi dari hal semacam tadi, mungkin itu juga dikarenakan kurangnya kita untuk memahami hakikat sesuatu secara mendalam. Kita asyik menggali satu aspek keilmuan sampai-sampai yang tidak sejalan dengan kita dianggap salah; bahkan terhadap ayat-ayat Tuhan seperti tadi.

Maksud saya, kenapa kita tidak bicara secara holistik saja sih? Dan lantaran saya pun tidak bisa begitu saja percaya pada pencapaian pengetahuan kita, saya pun mau tidak mau mesti percaya kepada sudah tentu pasti. Saya tidak mungkin bisa melakukan suatu penelitian secara empiris seperti yang dilakukan para ahli atau ilmuwan di sana. 

Saya tidak punya apa-apa selain akal dan hati yang jika keduanya terintegrasi dengan baik, di situlah seseorang bisa mengetahui hakikat sesuatu. Lagian, kalau kita bicara soal kemanusiaan, mestinya ya jangan hanya ngomongin masa kini atau masa depan. Dengan kata lain, ya mestinya kita juga melihat kebelakang; melihat apa yang pernah terjadi dalam sejarah manusia, dan kembali memahami nilai-nilai universal yang terdapat di masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Dimana kita akan menemukan nilai-nilai tadi? Saya pribadi menemukannya di dalam diri. Karena apa yang ada di dalam diri saya, diri Anda atau diri semua makhluk yang bernama manusia, pasti sama dari dulu sampai nanti. Dan bukannya perbedaan itu cuma terletak pada sisi eksternal diri kita? Terkait soal sisi internal, di sinilah Tuhan menurunkan petunjukNya, informasiNya bagi seluruh manusia. Dan secara lebih spesifik, padaNyalah konklusi tersebut akan ditemukan; bukan hak nalar pikiran untuk mengklaimnya.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun