Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kapan Kita Tak Lagi Butuh Agama?

23 Mei 2017   19:50 Diperbarui: 24 Mei 2017   16:59 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi | sumber gambar: Disqus.com"][/caption]

Pertanyaan di atas merupakan sebuah hasil imaji ketika saya membayangkan kalau suatu hari nanti dunia sudah aman, tentram, dan sejahtera. Ya, utopis memang. Dan dari imaji tersebut suatu pertanyaan: Kalau hal itu terjadi apakah berarti kita sudah tak butuh agama?

Pertama-tama mungkin kita harus kembali memahami apa utilitas sebuah agama. Apa itu agama?

Sebagai suatu aplikasi sosial, agama adalah suatu ajaran yang bersubstansi tentang nilai-nilai maupun perihal tata cara bagaimana seorang penganutnya mesti berperilaku di dunia. Atau dengan kata lain, di tengah sadarnya kita akan kebebasan diri, agama jelas memaparkan tentang batas-batasan atau parameter-parameter supaya kita tidak kebablasan.

Lalu, apalagi utilitas sebuah agama? Agama sebagai jawaban atas pencarian intelektual manusia akan kebenaran, jelas menjadi suatu yang tak bisa dinafikan. Dan di sinilah kenapa agama, bagi saya, harus berasal dari Sang Pencipta lantaran manusia tak akan mampu memperoleh kebenaran dengan usahanya sendiri. Atau dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan tentang kegelisahan intelektual yang mengangkut dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan tak akan bisa dijawab lantaran Tuhanlah yang mengetahui semua itu. Maka, di sinilah faedah agama yang juga berimplikasi sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepadaNya.

Dari hal-hal demikianlah saya merasa bahwa sudah sepantasnya kita beragama. Apalagi di tengah kerancuan nilai-nilai dimana orang-orang tak lagi berorientasi pada nilai kebaikan dan kebenaran, tak lain agama jelas menjadi prinsip untuk kita kembali mempolarisasi kerancuan tadi.

Tapi jangan salah, kalau memang ada seorang ateis yang memang berorientasi menegakkan nilai-nilai kebaikan, hal demikian adalah persoalan lain yang menyangkut dengan kesadaran akan hakikat diri. Ini beda persoalan dimana sebenarnya pada agama pun sudah dijelaskan. Dalam arti, seperti dikatakan sebelumnya, bahwa agama bukan hanya sebuah aplikasi untuk diterapkan antara sesama manusia atau dengan alam, namun juga inheren dengan kesadaran antara seseorang dengan Tuhan yang menciptakannya. Di sini saya tak mau membahas soal bagaimana kesadaran tersebut karena memang hal itu, bisa dikatakan, bagaikan sebuah perjalanan intelektual manusia yang akan panjang kalau dibahas. Tapi, jika seseorang mempunyai keinginan menegakkan nilai-nilai kebaikan, bahkan jika dia seorang ateis sekalipun, keinginan semacam itu tak lain adalah karena Tuhan pula yang menanamkannya pada diri seorang tersebut. Kita tak bisa menciptakan kehendak pada diri sendiri. Kehendak, keinginan, dan dorongan personal semacam itu tak lain karena berasal dari luar diri kita. Satu hal yang pasti, bahwa kita tak punya kuasa apapun atas diri kita. Semua itu dipinjamkan olehNya dan bisa diambilNya kapanpun Dia mau.

Kembali ke imaji awal. Maka, seandainya dunia ini sudah damai, sentosa, aman, dan sejahtera, apakah konstelasi seperti itu merupakan misi akhir sebuah agama? Maksudnya, apakah Tuhan menurunkan agama untuk kemudian akan berakhir dengan keadaan yang seperti demikian? Untuk menjawabnya pun tentu kita tidak bisa menilai utilitas agama dengan relevansinya terhadap persoalan duniawi semata, sedangkan kita tahu bahwa kita akan menjalani kehidupan di alam selanjutnya.

Di kehidupan selanjutnya segala perbuatan kita akan dipertanggungjawabkan. Manusia tak akan mati dengan meninggalkan segala amal baik-buruknya begitu saja. Apakah kita mau melihat seorang koruptor, seorang pembunuh, seorang pencuri, seorang pemerkosa mati begitu saja tanpa suatu balasan atas perbuatannya? Kalau demikian halnya, kok enak bener hidup ini. Kalau demikian halnya, tentu di dunia ini tak ada orang baik. Semua akan membunuh, semua akan merampok, semua akan berbuat kejahatan, karena setelah mati tak akan balasan atas semua itu. Maka agama menjelaskannya maupun apa yang akan kita terima di sana. Itu sudah sangat komprehensif karena agama telah menjawab semua pertanyaan-pertanyaan di kepala kita. Hanya saja mungkin kita yang tak pernah mempertanyakan ihwal kehidupan.

Dunia mau tentram, sejahtera, damai atau tidak sama sekali, itu sama saja. Kita hanya bisa berusaha untuk menegakkan nilai-nilai kebaikan tanpa memikirkan akan seperti apa akhir cerita dunia ini. Itu urusan Dia sebagai pemilik kehidupan. Kita hanya disuruh untuk berbuat baik dan mencegah kemungkaran. Kenapa pula kita disuruh demikian? Bagi saya, itu untuk menunjukkan bagaimana kualitas kepatuhan kita terhadapNya. Jadi, kapan kita tak lagi butuh agama?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun